Setelah melewati kota Yericho, kami melanjutkan perjalanan menuju Makam Nabi Musa. Makam Nabi Musa terletak pada 11 Km selatan Yerikho dan 20 Km timur Yerusalem. Kami memasuki kawasan ini siang hari. Kawasan yang terdiri pebukitan batu berwarna merah. Tak banyak bangunan berdiri selain Masjid dan makam Musa. Di luar ada beberapa pedagang yang menjajakan souvenir dan kudapan kecil.
Turun dari bus kami terus memasuki komplek Masjid Nabi Musa. Di dinding depan jelas tertulis Masjid dan Makam Musa. Ini masih kawasan Palestina. Masjid ini ada dua tingkat (tidak termasuk basement). Komplek ini mencakup area seluas 5.000 meter persegi.
Kami disambut petugas penjaga masjid dengan sangat ramah dan langsung membawa kami ke bagian makam, bahkan membukakan kunci pintu makam dan mempersilahkan kami untuk masuk untuk berdoa di dalamnya. Diantara kami ada yang berdoa, ada juga yang mengambil foto.
Masjid Musa ini memiliki lima pintu masuk yang semuanya terbuka ke dalam kompleks. Pintu masuk utama adalah portal barat yang terletak di sisi selatan dinding barat. Kompleks ini dibangun dari batu pasir yang hanya bagian atasnya yang dipotong persegi. Masjid dan makam Nabi Musa, berada di permukaan tanah. terletak di dekat kubah di barat laut. Makamnya berbentuk persegi berukuran 5,5 m. Bagian tengah maqam lebih kecil dari sisinya, berukuran panjang 4,7 m, lebar 1,6 m, dan tinggi 1,7 m.
Dibangun dari batu yang rapi, dan menghadap ke arah barat-timur. Sedangkan petinya terbuat dari kayu dan ditutupi oleh kain kiswa hijau. Bagian atas makam berbentuk kubah setengah lingkaran yang puncaknya berbentuk empat lengkungan runcing. Makam itu dilindungan pagar besi yang kokoh.
Para ulama ada yang berbeda pendapat tentang lokasi makam Nabi Musa. Tapi dari riwayat yang ada maka lokasi ini tempat yang paling mendekati dimana Musa dikebumikan. Nabi Muhammad sesungguhnya tau dimana makam Nabi Musa. Tapi Nabi Muhammad sengaja merahasiakannya karena bila mereka tahu kuatir Yahudi akan membongkarnya. Setelah Nabi Muhammad, yang mengetahui dimana makam itu adalah para sahabat.
Seperti dikisahkan dalam Alquran, Nabi Musa AS beserta kaumnya terpaksa hidup terkatung-katung di padang Tiih dalam penantian selama 40 tahun lantaran kaumnya tidak berani memasuki tanah Palestina. Padahal Nabi Allah ini telah berhasil membebaskan kaumnya dari kekejaman Firaun sekaligus memimpin mereka keluar dari negeri Mesir.
Dalam kondisi inilah kemudian Musa wafat dan kaumnya memakamkan beliau di sekitar tempat tersebut. Makam itu kini terletak 11 km di sebelah selatan Jericho atau 20 km di timur Yerusalem dan menjadi bagian dari wilayah Yordania. Hingga wafatnya, Musa tidak berkesampaian untuk sampai ke Aqsho.
Beda dengan pendapat umat Kristen, makam Nabi Musa (Moses) justru berada di Gunung Nebo, 817 m, 40 km dari Amman, Jordania. Lokasi tersebut tertulis dalam kitab Taurat. Dari gunung itu kita dapat melihat Laut Mati, Hebron, Ramallah, Jericho.
Kompleks masjid dan pemakaman Nabi Musa AS yang kami kunjungi, menurut catatan sejarah dibangun pada masa Dinasti Mamalik (Mamluk) pada tahun 1269 M. Sedangkan, penentuan lokasi makam sudah ada sejak Dinasti Ayubiah. Konon, makam Nabi Musa AS itu dibangun berdasarkan mimpinya Sultan Salahuddin Al Ayyubi. Dan juga berdasarkan kriteria yang terdapat dalam sebuah hadis: ”Seandainya aku di sana, maka sungguh akan aku perlihatkan kepada kalian kuburan Nabi Musa, di sebelah jalan, di bukit gundukan pasir berwarna merah. (HR Bukhari dan Muslim).
Kapan Nabi Musa AS wafat? Ada catatan sejarah yang menyebutkan bahwa Nabi Musa AS wafat diperkirakan pada 1407 SM. Kitab Qishashul Anbiya karya Ibnu Katsir menyebut, Nabi Musa AS wafat dalam usia 120 tahun.
Kitab itu juga menceritakan bagaimana Nabi Musa AS wafat: Wahab bin Munabbih menyebutkan, bahwa suatu ketika Nabi Musa AS berjalan melewati para malaikat yang sedang menggali makam yang sangat indah dan megah, yang belum pernah dilihat oleh Nabi Musa AS. Lalu Nabi Musa AS bertanya: ”Wahai para malaikat Allah, kalian menggali makam ini untuk siapa?” Mereka menjawab: ”(makam ini) untuk seorang hamba di antara hamba-hamba Allah yang mulia. Jika engkau ingin menjadi hamba tersebut, masuklah ke liang lahat ini, berbaringlah di dalamnya, dan hadapkanlah dirimu kepada Tuhanmu. Bernapaslah engkau dengan perlahan,”. Nabi Musa AS melakukan hal itu, dan beliau pun wafat. Selanjutnya, para malaikat mensalatinya dan mengebumikannya di liang lahat itu.
Kami diajak berkeliling melihat bangunan dari Komplek Makam Musa itu. Selain menjadi bagian dari Masjid kami melihat sesungguhnya komplek itu adalah markasnya pejuang Palestina. Kami menemukan indikasi anak-anak muda yang kekar dan bertumbuh tinggi. Di tangannya menggenggam tasbih. Itu adalah ciri-ciri pejuang Palestina yang juga menjaga kawasan Komplek Makam Musa itu.
Masjidilaqsa artinya masjid terjauh, adalah nama sebuah kompleks seluas 144.000 meter persegi yang berada di Kota Lama Yerusalem. Kompleks ini menjadi tempat yang disucikan oleh umat Islam, Yahudi, dan Kristen.
Nabi Muhammad diangkat ke Sidratulmuntaha dalam peristiwa Isra Mikraj dari tempat ini yang diperkirakan tahun 621M, lalu masjidilaqsa menjadi kiblat umat Islam generasi awal selama 17 bulan. Tahun 622M nabi hijrah ke Madinah, tahun 623M kiblat dipindahkan dari Masjidilaqsa ke Ka’bah di Masjidilharam.
Naskah-naskah abad pertengahan, cenderung menempatkan Masjidilaqsa sebagai tempat suci ketiga bagi umat Islam. Sebagai contoh, kitab Sahih Bukhari mengutip Abu Hurairah dari Nabi Muhammad SAW, yang mengatakan, “Janganlah perjalanan itu memberatkan (kamu) kecuali ke tiga masjid yaitu Masjid Al-Haram, Masjid Rasulullah saw., dan Masjid Al-Aqsa.”
Mengutip Britannica, bagi Yahudi, Al-Aqsa adalah sesuatu yang penting karena di sana lah tempat keberadaan kuil-kuil Yahudi yang tercantum di kitab sucinya. Di bagian Barat, terdapat tembok ratapan yang memiliki tingkat kesucian tinggi. Ini disebabkan karena tembok itu dipercaya sebagai sisa-sisa Kuil Kedua Yahudi yang dihancurkan Romawi pada tahun 70 Masehi.
Menurut kepercayaan umat Kristen, Bait Suci kedua merupakan tempat beberapa peristiwa penting dalam kehidupan. Setelah penghancuran Bait Suci pada tahun 70 M, umat Kristen memandang bahwa peristiwa ini sebagai bentuk hukuman Ilahi kepada umat Yahudi. Bukit Bait Suci kehilangan arti pentingnya untuk ibadah Kristen dan menganggapnya sebagai penggenapan nubuat Yesus dan kemenangan umat Kristen atas bangsa Yahudi.
Pada masa Dinasti Umayah, para khalifah memerintahkan berbagai pembangunan di kompleks Masjidilaqsa yang kemudian menghasilkan berbagai bangunan yang masih bertahan hingga saat ini, di antaranya adalah Jami’ Al-Aqsa (Qibli) dan Kubah Shakhrah (Dome of The Rock). Kubah Shakhrah sendiri diselesaikan pada tahun 692 M, menjadikannya sebagai salah satu bangunan Islam tertua di dunia.
Saat kemenangan umat Kristen pada Perang Salib Pertama pada tahun 1099, pengelolaan Masjidilaqsa lepas dari tangan umat Islam. Jami’ Al-Aqsha diubah menjadi istana dan dinamakan Templum Solomonis atau Kuil Sulaiman, sedangkan Kubah Shakhrah diubah menjadi gereja dan dinamakan Templum Domini atau Kuil Tuhan. Masjidilaqsa menjadi salah satu lambang penting di Yerusalem dan gambar Kubah Batu tercetak dalam koin yang dikeluarkan oleh Kerajaan Kristen Yerusalem.
Tahun 1187, Shalahuddin Al-Ayyubi menaklukkan Yerusalem dan Masjidilaqsa dikembalikan fungsinya seperti semula. Setelah itu, umat Islam mengelola Masjidilaqsa tanpa gangguan sampai era Otoman.
Pada masa pemerintahan Kesultanan Usmaniah kira-kira abad ke-16 sampai awal 1918, kompleks tersebut dinamai Al-Haram Asy-Syarif, sedangkan nama Masjidilaqsa menjadi hanya mengerucut kepada Jami’ Al-Aqsa. Al-Haram Asy Syarif sendiri secara harfiah berarti tanah suci yang mulia, ini menurut sejarawan Oleg Grabar.
Bagaimana administrasi pengelolaan masjidil aqsa saat ini?. Setelah memenangkan Perang Enam Hari tahun 1967, Israel mengambil alih dari Kementerian Wakaf Yordania dan menyerahkan kekuasaan masjid dan Bukit Bait Suci kepada lembaga wakaf Islam yang mandiri bentukan pemerintah Israel, sehingga Angkatan Pertahanan Israel diperbolehkan ber patroli dan melakukan pencarian di wilayah masjid.
Setelah pembakaran tahun 1969, lembaga wakaf tersebut mempekerjakan arsitek, teknisi, dan perajin dalam sebuah komite untuk melakukan perawatan. Untuk mengimbangi berbagai kebijakan Israel, gerakan Islam bekerja sama dengan lembaga wakaf telah berusaha untuk meningkatkan kendali Muslim di dalam lingkungan Masjidilaqsa. Beberapa kegiatannya termasuk memperbarui dan merenovasi kembali bangunan-bangunan yang terbengkalai.
Saat ini, imam utama dan pengurus Masjidilaqsa adalah Muhammad Ahmad Hussein. Ia diangkat menjadi Mufti Besar Yerusalem pada tahun 2006 oleh Presiden PalestinaMahmud Abbas. Imam-imam lainnya termasuk Syekh Yusuf Abu Sneina, Mufti Palestina sebelumnya Syaikh Ikrimah Sa’id Sabri, serta mantan Imam Al-Aqsa Syekh Muhammad Abu Shusha yang sekarang tinggal di Amman, Yordania.
Kepemilikan Masjidilaqsa merupakan salah satu isu dalam konflik Israel-Palestina. Israel mengklaim kekuasaan atas masjid tersebut dan juga seluruh Bukit Bait Suci, tetapi Palestina memegang perwalian secara tak resmi melalui lembaga wakaf. Selama perundingan di Pertemuan Camp David 2000, Palestina meminta kepemilikan penuh masjid ini serta situs-situs suci Islam lainnya yang berada di Yerusalem Timur.
Semua warga negara Israel yang muslim diperbolehkan untuk masuk dan beribadah di Masjidilaqsa, namun pada waktu-waktu tertentu menetapkan pembatasan ketat akses masuk ke masjid bagi orang Yahudi, muslim warga Israel dan MuslimPalestina atau pembatasan berdasarkan usia, seperti usia di atas 40 tahun dan telah menikah, alasan Israel untuk mengurangi risiko keamanan.
Para ketua rabi Israel sejak tahun 1967, telah memutuskan bahwa orang Yahudi tidak boleh berjalan di Bukit Bait Suci karena terdapat kemungkinan mereka menginjak Kodesh Hakodashim, yaitu lokasi yang dianggap tersuci oleh orang Yahudi. Pembatasan dari pemerintah Israel hanya melarang dilakukannya doa Yahudi di Bukit Bait Suci, tetapi tetap mengizinkan orang Yahudi maupun non muslim lainnya untuk berkunjung pada jam dan hari tertentu.
Beberapa rabbi dan para pemimpin zionis telah mengajukan tuntutan agar orang-orang Yahudi diperbolehkan untuk berdoa di tempat itu pada hari-hari raya Yahudi. Meskipun Mahkamah Agung Israel telah mendukung hak berdoa perorangan (bukan secara berkelompok), tetapi dalam praktiknya polisi Israel melarang orang Yahudi untuk berdoa “secara terang-terangan dalam bentuk apapun juga di Bukit Bait Suci.
Tempat Shalat (Masjid/Mushalla) di Masjid al-Aqsha
Keseluruhan tempat yang berada di dalam pagar masjid dinamakan masjid Al-Aqsha, walaupun tempat tersebut tidak beratap. Karena tidak semua kawasan masjid Al-Aqsha itu beratap. Setiap orang yang shalat di sudut-sudut masjid Al-Aqsha tetap mendapatkan pahala lebih banyak dibanding tempat lain.
Di dalam masjid Al-Aqsha terdapat beberapa tempat shalat yang beratap. Berikut gambar dan posisi tempat tersebut:
1. Masjid Al-Qibli
Masjid Al-Qibli atau disebut dengan Al-Jami’ Al-Qibli. Orang mengenalnya dengan sebutan masjid al-Aqsha, padahal sebutan itu tidak tepat karena ia merupakan salah satu bagian dari masjid al-Aqsha yang terdiri dari tanah dan bangunan. Berada di sebelah selatan masjid al-Aqsha (arah kiblat). Karena posisinya arah kiblat, maka dinamakan dengan Al-Qibli. Masjid al-Qibli didirikan oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah dan disempurnakan pada masa anaknya Al-Walid bin Abdul Malik antara tahun 86-96 H./705-714 M. Ketika dibangun pertama kali, masjid ini mempunyai 15 ruwak (lorong), kemudian diperbaharui setelah terjadi gempa pada masa dinasti Fathimiyah oleh Az-Zahir li I‘zazi Dinillah menjadi 7 ruwak, seperti sekarang ini.
Sejarah awalnya, ketika Khalifah Umar bin Khathab datang ke al-Quds untuk membebaskan Baitul Maqdis tahun 15 H./636 M. beliau bertanya kepada Ka’bu Al-Ahbar tentang tempat yang baik untuk mendirikan tempat shalat? Ka’bu Al-Ahbar menjawab: Menghadap ke ash-Shakhrah, sehingga dapat menghimpun kiblat Nabi Musa dan Nabi Muhammad. Tapi Umar menolak usul ini dan lebih memilih tempat yang sekarang dibangun masjid Al-Qibli. Kemudian Umar membangun masjid yang dikenal dengan Jami’ Umar (Masjid Umar).
Bahan bangunan masjid terdiri dari kayu dan batang pohon sebagaimana Masjid Nabawi dahulu. Ketika itu dapat menampung 1000 jama’ah. Kemudian diperbaharui dan diperluas oleh Khalifah Mu’awiyah bin Sufyan sehingga dapat menampung 3000 jama’ah. Ketika tentara salib menguasai al-Quds, mereka membagi masjid al-Qibli menjadi tiga bagian: Pertama, dijadikan sebagai kantor komando pimpinan tentara salib. Kedua, masjid al-Qibli dijadikan tempat tinggal pasukan berkuda dan ketiga, dijadikan gereja. Ketika Shalahuddin Al-Ayyubi membebaskan al-Quds pada tahun 583 H./1187 M., beliau mengembalikan fungsi masjid al-Qibli sebagaimana sebelumnya.
Masjid al-Qibli sering direnovasi pada beberapa masa pemerintahan Islam, diantaranya pada masa Mameluk, masa Utsmami dan ketika awal penjajahan Inggris atas tanah Palestina. Terdiri dari satu ruwak besar di tengah dan tiga ruwak masing-masing di sisi kanan dan kirinya. Masjid al-Qibli memiliki satu kubah besar yang terbuat dari kayu di sisi dalamnya dan dilapisi timah di sisi luarnya, dengan tinggi 17 meter. Panjang masjid ini mencapai 80 meter dan lebarnya 55 meter. Luasnya mencapai 4000 meter persegi. Di dalamnya terdapat 11 pintu masuk dan pada saat ini dapat menampung 5500 jama’ah.
2. Masjid Kubah ash-Shakhrah
Masjid Kubah ash-Shakhrah adalah salah satu situs bangunan Islam terkenal di dunia. Dibangun oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86 H./685-705 M.). Pembangunannya dimulai pada tahun 66 H./685 M. selesai pada tahun 72 H./691 M. Pembangunan ini dikepalai oleh dua orang arsitek pada masa tersebut: Roja’ bin Hiwah al-Kanadi, seorang tabi’in yang berasal dari kota Bisan-Palestina dan Yazid bin Salam, anak asuh Abdul Malik bin Marwan, seorang arsitek bangunan dari tanah al-Quds.
Bangunan persegi delapan ini di antara bangunan yang paling bagus. Berada di tengah-tengah jantung masjid al-Aqsha. Di tengah bangunan ini terdapat ash-Shakhrah al-Musyarrafah (batu yang dimuliakan). Posisi ash-Shakhrah berada di ketinggian 1,5 meter dari tanah dan bentuknya tidak beraturan.
3. Mushalla Al-Marwani
Mushalla Al-Marwani: Berada di sebelah tenggara masjid al-Aqsha. Dibangun pada masa Umawiyah dengan tujuan agar halaman sisi selatan dan utara masjid al-Aqsha sama rata. Oleh karenanya, dulu bangunan ini dikenal dengan nama “Taswiyah Syarqiyah” (Pemerataan Tanah Bagian Timur). Bangunan besar ini mempunyai luas lebih dari 4000 m². Mushalla ini terdiri dari 16 ruwak (lorong). Ini merupakan tempat shalat beratap terbesar yang ada di masjid al-Aqsha.
Tentara salib menjadikan mushalla ini sebagai kandang kuda hingga Shalahuddin membebaskannya. Ketika Shalahuddin membebaskannya, beliau mengembalikan peran bangunan ini ke aslinya, yaitu sebagai tempat pemerataan antara sisi utara dan selatan masjid al-Aqsha dan sebagai tempat penyimpanan (gudang) hingga zionis menjajah kawasan masjid al-Aqsha.
4. Masjid Al-Aqsha Al-Qadim
Masjid Al-Aqsha Al-Qadim: Biasa disebut masjid Al-Qadim. Merupakan bangunan kuno tepat di sebelah selatan masjid al-Aqsha dan di bawah masjid Al-Qibli.
Masjid ini dibangun pada masa Umawiyah, terdiri dari dua ruwak (lorong). Lorong ini mengarah ke pintu Al-Muzdawij, pintu di selatan masjid al-Aqsha yang sudah ditutup. Dari pintu Al-Muzdawij ini bisa langsung ke istana Umawiyah di selatan masjid.
Tujuan pembangunan masjid Al-Qadim adalah untuk meratakan sisi selatan halaman al-Aqsha agar sama rata dengan sisi utara. Selama berabad-abad, masjid Al-Qadim tidak terurus dan banyak debu serta batu hingga dibuka kembali pada tahun 1420 H./1999 M oleh Yayasan al-Aqsha untuk pembangunan kota suci. Masjid ini dapat menampung 1000 jama’ah shalat di dalamnya.
5. Masjid Al-Buraq
Masjid Al-Buraq: Masjid ini terletak di barat daya masjid al-Aqsha dan berada di bawah pintu Al-Magharibah. Untuk memasukinya melalui tangga turun dari ruwak gharbi (lorong barat). Terdapat 38 anak tangga menuju ke bawah. Masjid ini terbuka pada hari Jum’at untuk ziarah. Dinamakan Al-Buraq, karena tempat tersebut diyakini adalah tempat Nabi Muhammad meletakkan kendaraannya Buraq pada malam isra’ dan mi’raj. Di dalamnya terdapat ‘halqah’ (lingkaran besi) Utsmaniyah, yang disebutkan disinilah letak Nabi mengikatkan kendaraannya pada malam tersebut.
Di sisi barat masjid, dulunya terdapat pintu yang dinamakan pintu Al-Buraq. Pintu ini sudah ditutup setelah masa Umawiyah. Pintu ini bisa langsung mengakses ke halaman buraq yang berada di luar masjid al-Aqsha.
6. Masjid Al-Magharibah
Masjid Al-Magharibah: Berada di sudut barat daya masjid al-Aqsha atau sebelah selatan dinding Al-Buraq. Masjid ini mempunyai dua pintu: sebelah utara (sekarang tertutup) dan sebelah timur (terbuka). Masjid ini dibangun oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi pada tahun 590 H./1193 M. ketika itu dipakai sebagai tempat shalat mazhab Imam Malik. Saat ini, masjid Al-Magharibah dipakai sebagai ruangan utama museum Islam. Museum ini difungsikan sejak tahun 1929 M., yang merupakan perpindahan dari Rabat pada masa al-Manshury ke masjid ini.
7. Masjid An-Nisa’
Masjid An-Nisa’: Berada di dalam masjid al-Aqsha. Merupakan bangunan besar di sisi barat masjid Al-Qibli, terbentang hingga dinding barat masjid al-Aqsha. Ada yang mengatakan, dibangun pada masa tentara salib menguasai masjid al-Aqsha untuk dijadikan gereja di dalam masjid. Kemudian datang Shalahuddin dan membersihkan tempat tersebut serta menjadikannya tempat shalat untuk perempuan.
Saat ini masjid An-Nisa’ dibagi menjadi tiga bagian: pertama, untuk tambahan bangunan museum yang berada di paling barat masjid, kedua untuk perpustakaan umum yang berada di tengah, dan ketiga untuk gudang (menempel di dinding masjid Al-Qibli).
Al-Mawazin
Al-Mawazin adalah delapan gerbang yang berdiri mandiri yang berdiri mengelilingi Kubah Batu. Setiap gerbang terdiri dari dua sampai empat lengkungan.
Museum Islam
Museum Islam berdiri di dekat Masjid Al-Qibli, tempat ini menjadi ruang pertemuan untuk Madrasah Fakhruddin Muhammad, madrasah yang didirikan pada masa Al-Mansur Qalawun, Sultan Mamluk Mesir, pada 1282 M. Tempat ini kemudian dijadikan museum pada 1923.
Beberapa benda yang dipamerkan di museum ini adalah cerek sup tembaga besar yang pernah digunakan di Haseki Sultan Imaret, dapur umum untuk kaum papa yang didirikan Hürrem Sultan, permaisuri dari Suleiman Al-Qanuni, Sultan Usmani. Di sini juga ditampilkan meriam penanda waktu berbuka puasa Ramadan, beberapa koleksi senjata, dan sisa-sisa mimbar yang dibangun Nururuddin Zangi sekitar tahun 1170 dan dihancurkan oleh wisatawan Australia pada 1969, dan pakaian berlumuran darah milik 17 orang Palestina yang tewas pada kerusuhan Al-Aqsa tahun 1990. Museum ini juga menampilkan enam ratus salinan Al-Qur’an yang disumbangkan kepada Masjidilaqsa pada masa pemerintahan Umayah, Abbasiah, Fatimiah, Mamluk, dan Usmani.
Air Mancur Qayt Bay
Air mancur Qayt Bay adalah air mancur umum yang terletak di Masjidilaqsa bagian barat, lima puluh meter sebelah barat Kubah Shakhrah. Air mancur ini dibangun pada tahun 1455 atas perintah Al-Ashraf Saifuddin Enal, Sultan Mesir, dan dibangun ulang oleh penerusnya, Sultan Qayt Bay.
Air Mancur Qasim Pasya
Air mancur Qasim Pasya dikenal dengan Air Mancur Jeruk Pahit, adalah air mancur tempat wudu dan minum yang terletak di pelataran barat Masjidilaqsa di Kota Lama Yerusalem. Bangunan ini terletak di depan Gerbang Silsilah. Yerusalem Usmaniah, pada tahun 1527 dan menjadi bangunan umum pertama di kompleks Masjidilaqsa pada masa pemerintahan Turki Usmani.
Tembok Ratapan adalah tembok bagian barat Masjidilaqsa yang dipandang suci karena bagian yang tersisa dari tembok kuno yang merupakan bagian dari Bait Suci kedua.
Tembok Ratapan diyakini umat Yahudi sebagai ‘telinga Tuhan’. Mereka percaya, bahwa di Tembok Ratapan bersemayam ilahiah, atau yang mereka sebut dengan Shekhinah.
Umat Islam menganggap, bahwa tembok ratapan itu adalah tempat dimana Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (SAW) melakukan perjalanan Mi’raj, dari Mekkah (Masjidil Haram) ke Yerussalem (Masjidil Aqsa), lalu menuju surga.
Tembok Ratapan didirikan oleh Raja Israel, Herodes. Tembok Ratapan dianggap penting dan suci karena terdiri dari sisa-sisa dinding Bait Suci di Yerusalem. Bait Suci tersebut hancur setelah orang-orang Yahudi memberontak ke Kerajaan Romawi pada 70 Masehi.
Sebenarnya, tembok ini memiliki panjang mencapai 485 meter, tetapi setelah hancur hanya tersisa 60 meter. Sejarah pendirian Tembok Ratapan diawali dengan pemindahan Tabut Perjanjian berisi 10 Perintah Tuhan yang dibawa oleh Musa, sosok utama dalam agama Yahudi.
Tabut Perjanjian berisi 10 Perintah Tuhan ini diturunkan kepada Musa dalam bentuk narasi keagamaan. Narasi keagamaan tersebut kemudian kerap dipindahkan di beberapa tempat yang diyakini suci.
Oleh karena itu, Raja Israel, Daud (1002-970 SM), merasa perlu untuk membangun sebuah bait sebagai tempat menyimpan Tabut Perjanjian tersebut.
Akan tetapi, bukan Daud yang membangun sebuah kuil atau bait tersebut, melainkan putranya, Salomo. Pembangunan bait itu selesai pada 957 SM.
Bait suci pertama ini difungsikan sebagai tempat penyimpanan Tabut Perjanjian dan tempat perkumpulan seluruh rakyat Israel. Sayangnya, bait ini mengalami kehancuran setelah Raja Nebukadnezar II dari Kerajaan Babilonia menyerang Yerusalem pada 587 SM.
Pada masa pemerintahan Raja Herodes (74 SM), bait kedua kembali dibangun yang kemudian disebut sebagai cikal-bakal terbentuknya Tembok Ratapan. Bait kedua yang didirikan oleh Raja Herodes tidak lagi digunakan sebagai tempat penyimpanan Tabut Perjanjian, melainkan sebagai pusat peribadahan Yahudi beserta tradisi-tradisinya.
Sekitar tahun 66 Masehi, banyak penduduk Yahudi mulai melakukan aksi pemberontakan terhadap Kekaisaran Romawi yang sudah lama menduduki mereka. Disusul empat tahun kemudian, pada 70 M, Legiun Romawi (tentara Romawi) di bawah pimpinan Kaisar Titus merebut Kota Yerusalem.
Mereka menghancurkan banyak bangunan di sana, salah satunya Bait Suci Kedua. Adapun yang tersisa dari Bait Suci Kedua adalah bangunan dari Tembok Barat yang juga disebut sebagai Tembok Ratapan.
Karena Tembok Ratapan masih merupakan bagian dari Bait Suci Kedua, orang-orang Yahudi juga sangat menghormati tembok tersebut. Tembok itu bahkan dijadikan sebagai tempat berdoa.
Banyak dijumpai orang-orang Yahudi yang berdoa di sana. Terkadang, mereka juga memasukkan sebuah gulungan kertas berisi doa di celah-celah batu tembok tersebut. Bangunan itu disebut sebagai Tembok Ratapan karena pada tembok inilah kaum Yahudi berdoa dan meratapi peristiwa penghancurkan Bait Suci Kedua.
Pada tahun 2000, Paus Yohanes Paulus II menjadi Paus pertama yang berdoa di Tembok Ratapan. Paus juga meminta maaf akibat penganiayaan Katolik terhadap Yahudi selama berabad‑abad.
Orang yang tidak dapat berdoa langsung di tembok dapat mengirimkan doa atau menggunakan Kaddish, sebuah doa khusus untuk orang Yahudi. Doa yang dikirim tersebut ditulis dalam sebuah kertas dan diselipkan di celah‑celah dinding yang disebut sebagai kvitelach.
Tembok Ratapan dapat dikunjungi setiap saat sepanjang hari. Pengunjung biasanya digeledah secara menyeluruh untuk tujuan keamanan. Perempuan dari agama apapun, untuk menghormati hukum Yahudi, harus mengenakan pakaian yang sopan.
Ada pintu masuk terpisah untuk pria dan wanita, meskipun mereka dapat berkumpul kembali di dalam tembok.
Laut Mati (atau Laut Asin) adalah danau yang membujur di daerah antara Israel, Palestina, dan Yordania. Posisi 417,5 meter di bawah permukaan laut, merupakan titik terendah di permukaan Bumi.
Secara geologi laut mati terbentuk tiga juta tahun yang lalu ketika timbul retakan kecil pada lembah sungai Yordan (Jordan Rift Valley) di mana air laut masuk dan terkumpul, iklim kering dan evaporasi tinggi meningkatkan konsentrasi mineral dalam air. Garam, kapur, dan gipsum terdapat pada sepanjang retakan ini dan membentuk danau dengan kandungan garam tertinggi.
Danau ini dinamakan laut mati karena tidak ada bentuk kehidupan yang dapat bertahan dalam air garam ini. Laut mati memiliki kandungan garam tertinggi dari seluruh laut di dunia. Kadar garamnya sekitar 32 % dibandingkan terhadap kadar garam rata-rata 3% laut pada umumnya.
Sejak dahulu, material yang terdapat dalam laut mati diketahui mempunyai efek untuk mempercantik kulit. Dengan mengoleskan lumpur ini ke tubuh, mineral yang terkandung di dalamnya terbukti dapat memperbaiki kulit, melancarkan sirkulasi darah dan dapat membantu kesehatan. Hal ini sudah lama diketahui oleh Raja Salomo, Cleopatra dan Herodes Agung sehingga mereka mendatangi Laut Mati untuk memperoleh efek tersebut.
Dalam bahasa Ibrani, Laut Mati adalah “Yam ha-Melaḥ”, berarti “laut garam” atau “Laut Asin”. Istilah ini pula yang paling banyak digunakan dalam bagian Perjanjian Lama di Alkitab Kristen dalam bahasa Indonesia, sejak kitab pertama dalam Taurat yaitu Kitab Kejadian (Kejadian 14:3), kemudian Kitab Bilangan (Bilangan 34:3, 12), Kitab Ulangan (Ulangan 3:17), Kitab Yosua (Yosua 3:16; 12:3; 15:2, 5; 18:19), Kitab 2 Tawarikh (2 Tawarikh 20:2), sampai zaman Pembuangan ke Babel (abad ke-6 SM), yaitu Kitab Yehezkiel (Yehezkiel 47:8).
Danau Laut Mati terdiri atas cekungan utara dengan titik terdalam 725m di bawah permukaan laut dan cekungan selatan yang lebih dangkal dan mengalami kekeringan. Danau ini terbentuk akibat aktivitas pergeseran lempeng tektonik yang juga membentuk Lembah Celah Besar beberapa juta tahun lalu. Awalnya danau ini bagian dari danau yang lebih besar yang terhubung hingga Danau Galilea. Namun, aliran air ke laut menguap sekitar 18.000 tahun lalu sehingga meninggalkan cekungan di gurun yang menjadi titik terendah di bumi sekitar 1300 kaki (400m) di bawah permukaan laut. Sejak saat itu, Laut Mati mempertahankan keseimbangan siklus alami: danau ini mendapat aliran air tawar dari sungai dan aliran air dari pegunungan di sekelilingnya; lalu air tersebut mengalami proses evaporasi atau menguap ke udara.
Hingga sekitar 1950an, siklus alami Laut Mati berjalan stabil, aliran air tawar setara dengan laju evaporasi. Namun, pada tahun 1960an, pemerintah Israel membangun sistem pengairan yang mengalihkan aliran air dari hulu Sungai Yordan ke pipa-pipa di seluruh negeri. Pada 1970an, Yordania dan Suriah juga mengalihkan aliran Sungai Yarmouk, anak sungai utama di hilir Sungai Yordan. Sejak 1979 Laut Mati terus-menerus mengalami penurunan debit air hingga ketinggian air terus menyusut. Ketinggian air rata-rata mengalami penurunan sekitar 3 kaki (1m) per tahun. Panjang Laut Mati juga menurun drastis. Pada 1950 panjangnya mencapai 50 mil. Pada 2005 panjangnya menjadi 30 mil.
1000-931 SM; Sumber Yahudi dan Kristen menyebutkan bahwa Sulaiman (Salomo) adalah orang yang membangun tempat ibadah yang dikenal Bait Suci pertama, Bait Salomo, atau Kuil Sulaiman. Lokasi pasti dari Bait Suci pertama ini masih tidak diketahui, tetapi dipercaya berada pada tempat yang sekarang menjadi kompleks Masjidilaqsa.
586 SM; Nebukadnezar II, Raja Babilonia, menghancurkan Bait Suci pertama.
538 SM; Raja Koresh yang Agung memulai pembangunan Bait Suci kedua. Sekitar tahun 19 SM, Raja Herodes yang agung membangun ulang dan memperlebar Bait Suci, melibatkan sampai 10.000 pekerja.
66 M; Umat Yahudi melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Romawi, namun gagal.
79 M; Pasukan Romawi di bawah Titus Flavius Vespasianus menghancurkan Yerusalem beserta Bait Suci kedua.
130 M; Kaisar Hadrianus menjanjikan untuk membangun ulang Yerusalem, tetapi kota berdasarkan kepercayaan pagannya, juga hendak membangun kuil yang dipersembahkan bagi pemujaan Dewa Jupiter di bekas reruntuhan Bait Suci kedua. Ketegangan antara pemerintah Romawi dan umat Yahudi semakin memanas saat sang kaisar juga melarang perintah sunat yang dipandang sebagai sebentuk mutilasi bagi kaisar yang sebagai seorang penganut Helenis taat. Hal ini berujung pada pemberontakan yang dipimpin Simon Bar Kokhba.
135 M; Pemberontakan berhasil dihancurkan pihak Romawi, akibatnya, umat Yahudi diusir dari Palestina, dilarangnya penggunaan hukum Taurat dan penanggalan Yahudi, dan menghukum mati ahli Yahudi. Kaisar Hadrianus membangun ulang kota Yerusalem sebagai sebuah kota Romawi bernama Aelia Capitolina dan umat Yahudi dilarang memasukinya.
Di sisi lain, agama Kristen mulai bangkit dan menyebar di tubuh Kekaisaran Romawi hingga pada akhirnya menjadi agama resmi negara. Kaisar Konstantinus I melakukan pengkristenan masyarakat Romawi dan mengunggulkannya atas pemujaan paganisme. Kuil Jupiter yang dibangun Kaisar Hadrianus di reruntuhan Bait Suci kedua dihancurkan segera setelah Konsili Nicea I atas perintah Konstantinus I.
363 M; Keponakan Konstantin, Kaisar Flavius Claudius Julianus memberikan izin kepada umat Yahudi membangun ulang Bait Suci mereka. Julianus sendiri memandang bahwa Tuhan umat Yahudi merupakan anggota yang sesuai untuk Dewa-Dewa Pantheon yang dia percaya, selain dia juga adalah penentang kuat Kristen. Sejarawan gereja menyatakan bahwa umat Yahudi mulai membersihkan puing-puing di Bukit Bait, tetapi gagal lantaran gempa bumi dan kemudian kemunculan api dari dalam bumi. Namun, bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa terdapat bangunan gereja, biara, atau bangunan umum lain yang berdiri di atas Bukit Bait pada masa kekuasaan Romawi Timur.
610 M; Kekaisaran Sasania Persia mengalahkan Romawi dan merebut Palestina. Umat Yahudi diberi wewenang untuk mendirikan negara bawahan dan mulai membangun Bait Suci.
615 M; Romawi kembali mengambil alih Palestina dan umat Kristen menghancurkan Bait Suci yang belum selesai pembangunannya dan menjadikan tempat itu sebagai tempat pembuangan sampah.
637 M; Umat Islam mengambil alih kepemimpinan atas Yerusalem dari tangan Romawi pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab setelah melewati empat bulan pengepungan yang diisi dengan berbagai pertempuran.
Setelah kondisi tidak kondusif, pasukan Romawi menawarkan penyerahan Yerusalem hanya kepada Umar bin Khattab. Hal itu menjadi tanda bahwa umat Islam telah menang dalam upaya penaklukan kota Yerusalem yang suci itu.
Sampainya Umar bin Khattab di Yerusalem, ia juga membuat perjanjian damai dengan penduduk Yerusalem. Perdamaian yang telah dibuat oleh Umar bin Khattab ini disetujui oleh petinggi Yerusalem dan juga penduduk Yerusalem. Umar bin Khattab juga memberikan jaminan keamanan penduduk kota itu.
691 M; Pada masa Kekhalifahan Umayah, mulai didirikan beberapa bangunan di tanah Masjidilaqsa, didirikan sebuah bangunan segi delapan berkubah yang menaungi Batu Fondasi oleh Khalifah Abdul Malik. Bangunan itu yang kemudian dikenal dengan Kubah Shakhrah (Dome of the rock), secara harfiah bermakna kubah batu.
1099 M; Kepemimpinan Yerusalem beralih ke tangan umat Kristen setelah kemenangan mereka pada Perang Salib Pertama. Umat Muslim berlindung di Masjidilaqsa, tetapi hal tersebut tidak menolong. Gesta Francorum menyatakan “(Orang-orang kita) membunuh dan menyembelih bahkan di Bait Salomo (Masjidilaqsa), pembantaian begitu besar sampai orang-orang kita mengarungi darah setinggi mata kaki.” Fulcher, pendeta yang turut serta dalam Perang Salib pertama, menyatakan, “Di Bait Suci 10.000 orang terbunuh. Tak satupun dari mereka dibiarkan hidup, baik wanita maupun anak-anak tidak diampuni.” Setelah peristiwa ini, Kerajaan Kristen Yerusalem didirikan. Jami’ Al-Aqsha diubah menjadi istana kerajaan dengan nama Templum Solomonis atau Kuil Sulaiman (Salomo) dan Kubah Shakhrah diubah menjadi gereja dengan nama Templum Domini (Kuil atau Bait Tuhan).
1187 M; Kepemimpinan Yerusalem beralih kembali ke tangan umat Islam setelah kemenangan Shalahuddin Al-Ayyubi. Semua jejak dan bekas peribadahan Kristen di Masjidilaqsa dihilangkan dan kompleks tersebut kembali kepada kegunaan asalnya. Kewenangan umat Islam terhadap Masjidilaqsa cenderung tanpa gangguan sampai periode Usmaniah.
1517 hingga 1917; Wilayah yang sekarang disebut Israel, bersama dengan sebagian besar Timur Tengah, dibawah kendali Kekaisaran Ottoman.
1917; Dibawah Kendali Inggris, pada paruh kedua abad ke-19, kerinduan lama orang-orang Yahudi yang tersebar di seluruh dunia untuk kembali ke wilayah nenek moyang mereka memuncak dalam gerakan nasionalisme yang disebut Zionisme. Penyebab Zionis itu didorong oleh kebencian yang meningkat tajam terhadap orang-orang Yahudi di Eropa dan Rusia. Orang-orang Yahudi yang berimigrasi bertemu dengan penduduk yang didominasi orang Arab, yang juga menganggapnya sebagai tanah air leluhur mereka. Namun Perang Dunia I secara dramatis mengubah lanskap geopolitik di Timur Tengah.
Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour mengajukan letter of intent yang mendukung pendirian tanah air Yahudi di Palestina. Pemerintah Inggris berharap bahwa deklarasi formal, yang dikenal sebagai Deklarasi Balfour, diharapkan mendorong dukungan bagi Sekutu dalam Perang Dunia I. Ketika Perang Dunia I berakhir pada 1918 dengan kemenangan Sekutu, kekuasaan Kekaisaran Ottoman selama 400 tahun berakhir. Alhasil, Inggris mengambil alih kendali atas wilayah yang dikenal sebagai Palestina (Israel modern, Palestina saat ini, dan Yordania). Negara Israel Para pemimpin Zionis berusaha keras meningkatkan jumlah Yahudi untuk memperkuat klaim kenegaraan, tetapi pada 1939 Inggris masih sangat membatasi imigrasi Yahudi. Pada akhirnya, proyek Zionis berhasil karena kengerian global dalam menanggapi Holocaust.
November 1947; Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan Resolusi 181 atau Rencana Pembagian Palestina, membagi tanah menjadi “Negara Arab dan Yahudi Merdeka”. Resolusi 181 itu langsung mendapat penolakan orang Arab.
14 Mei 1948; Para pemimpin Zionis mendeklarasikan berdirinya negara Israel. Perang kemerdekaan dan Al-Nakba Negara Yahudi yang baru itu segera diserbu oleh tentara beberapa negara Arab, bersama militan Palestina. Dalam pertempuran itu Palestina telah kehilangan hampir empat perlima wilayah dari jatah PBB mereka. Tujuh ratus ribu dari warga Palestina telah diusir dari rumah mereka, tanpa hak untuk kembali hingga hari ini. Bagi orang Yahudi Israel, ini dikenal sebagai “Perang Kemerdekaan”. Bagi orang Palestina, itu adalah al-Nakba atau Bencana.
5 Juni 1967; Perang Enam Hari, pemerintah Israel mengambil alih kepemimpinan Kota Lama Yerusalem, termasuk di dalamnya Masjidilaqsa. Kepala Rabi dari Pasukan Pertahanan Israel, Shlomo Goren, memimpin pasukan melakukan perayaan keagamaan di Masjidilaqsa dan Tembok Barat dan mengeluarkan maklumat untuk menjadikan hari tersebut sebagai hari raya “Yom Yerushalayim” (Hari Yerusalem). Beberapa hari setelah itu, 200.000 umat Yahudi berbondong-bondong mendatangi Tembok Barat dan ini adalah ziarah massal pertama umat Yahudi ke kompleks ini sejak tahun 70 M.
21 Agustus 1969, seorang Kristen ekstremis Australia, Dennis Michael Rohan, berusaha membakar Masjid Al-Aqsa. Tindakannya ini mendapat restu yang jelas dari pasukan pendudukan Israel. Saat itu, yakni pada hari Kamis pagi ketika alarm berbunyi tiba-tiba para penjaga Palestina di kompleks Aqsa melihat asap mengepul dari sayap tenggara masjid. Setelah diperiksa lebih dekat, mereka melihat kobaran api di dalam ruangan yang dipakai untuk shalat.
Maka umat Muslim dan Kristen Palestina kemudian sama-sama bergegas ke masjid untuk memadamkan api. Celakanya pasukan pendudukan Israel mencegah masuknya mereka. Tak ayak kemudian terjadi bentrokan singkat tapi sengit. Mereka pun segera berjalan ke tempat suci itu dan mulai mengatasi api.
Namun, ternyata untuk memadakam api di Masjidil Aqsha kala itu tak mudah. Alat pemadam kebakaran gagal tak berfungsi. Mereka pun mencari sumber air lain, tetapi hanya menemukan pompa rusak dan selang terputus. Maka umat Islam dan Nasrani yang bersatu lalu mengambil inisiatif. Mereka dengan cepat untuk membentuk rantai manusia dan menggunakan ember dan wadah kecil lainnya untuk membawa air ke masjid yang terbakar.
Uniknya, ketika truk pemadam kebakaran dari kota-kota sekitar Tepi Barat Nablus, Ramallah, Al-Bireh, Bethlehem, Hebron, Jenin, dan Tulkarem tiba, pasukan pendudukan Israel juga mencegah mereka mencapai tempat kejadian. Mereka mengklaim bahwa adalah tanggung jawab Kotamadya Yerusalem untuk menangani situasi kebakaran tersebut. Maka api kemudian dibiarkan menyala selama berjam-jam dan sempat jilatannya mencapai jendela yang tepat berada di bawah kubah Masjid al-Aqsha, sebelum api akhirnya padam.
Dan setelah asap itu hilang, tingkat kerusakannya baru dapat diketahui. Api ternyata telah menyapu beberapa bagian tertua masjid, terutama menghancurkan mimbar kayu dan gading berusia 900 tahun yang dihadiahkan oleh Salahuddin Al-Ayubi, serta panel mosaik di dinding dan langit-langit. Kala itu kemudian ditemukan banyak area di dalam masjid yang menghitam karena terbakar.
Ketika berita tentang ‘neraka api’ itu menyebar, maka memantik munculnya akis demonstrasi yang panas terjadi di seluruh kota. Kota Yerusalem yang diduduki Israel pun mogok, langkah ini kemudian dicontoh oleh warga Palestina yang tingga di Tepi Barat, dan bahkan di wilayah Israel.
Sebagai reaksi untuk mengatasi meluasnya aksi demonstrasi, semua titik akses ke masjid diblokir oleh pasukan keamanan Israel. Akibatnya, ibadah shalat Jum’at yang akan berlangsung keesokan harinya dilarang diadakan di kompleks. Ini sejarah pertama kali ketiadaan shalat Jumat di Masjidil Aqsha sejak masjid didirikan.
1974, 1977, dan 1983; kelompok yang dipimpin Yoel Lerner merancang makar untuk meledakkan Kubah Shakhrah dan Jami’ Al-Aqsha.
11 April 1982, seorang Yahudi bersembunyi di Kubah Shakhrah dan melepaskan tembakan, membunuh dua orang Palestina dan 44 terluka.
26 Januari 1984, penjaga menemukan anggota B’nei Yehuda mencoba menyusup ke dalam kawasan Masjidilaqsa dan meledakkannya.
8 Oktober 1990, pasukan Israel yang berpatroli di daerah tersebut memblokir jemaah untuk masuk ke Al-Aqsa. Gas air mata ditembakkan kepada jamaah wanita yang menyebabkan ketegangan meningkat.
12 Oktober 1990, umat Islam Palestina memprotes keras niat beberapa orang Yahudi untuk meletakkan batu penjuru di lokasi Kuil Baru sebagai awal penghancuran masjid-masjid Muslim. Upaya tersebut dihambat oleh pihak berwenang Israel, tetapi para pengunjuk rasa dilaporkan secara luas karena telah melempari batu kepada umat Yahudi di Tembk Barat. Menurut sejarawan Palestina Rasyid Khalidi, jurnalisme investigatif menunjukkan bahwa tuduhan ini salah. Batu-batu akhirnya dilempar sementara pasukan keamanan melepaskan tembakan yang menewaskan 21 orang dan melukai 150 lainnya.
Desember 1997, Badan Keamanan Israel mendahului upaya ekstrimis Yahudi untuk melempar kepala babi yang terbungkus halaman Al Qur’an ke daerah tersebut untuk menyulut kerusuhan dan mempermalukan pemerintah.
15 November 1988; Dewan Nasional Palestina mengeluarkan deklarasi kemerdekaan, yang diakui sebulan kemudian oleh Majelis Umum PBB. Sekitar tiga perempat dari keanggotaan PBB sekarang menerima status negara Palestina, sebagai pengamat non-anggota.
1992-1994, Pemerintah Yordania melapisi kubah dari Kubah Shakhrah dengan 5.000 pelat emas. Mimbar Shalahuddin juga dipulihkan. Perbaikan ini diperintahkan Husain, Raja Yordania, dengan anggaran pribadi sebanyak $8 juta.
28 September 2000, Pemimpin oposisi Israel Ariel Sharon mengunjungi Masjidilaqsa bersama dengan utusan Partai Likud dan sejumlah polisi antihuru-hara Israel. Kunjungan itu dipandang sebagai isyarat provokatif bagi rakyat Palestina yang kemudian berkumpul di tempat tersebut. Unjuk rasa dengan cepat berubah menjadi kerusuhan dan ini menjadi pemicu terjadinya Intifadah Kedua. Keadaan kembali memanas saat tiga pria keturunan Arab melakukan tembakan terhadap dua polisi Israel pada Jumat.
29 September 2000, pemerintah Israel mengerahkan 2.000 polisi antihuru-hara ke masjid ini. Sekelompok orang Palestina yang meninggalkan masjid setelah salat Jumat mulai melempari polisi dengan batu. Polisi kemudian menyerbu kompleks masjid serta menembakkan baik peluru tajam maupun peluru karet kepada kelompok Palestina tersebut, sehingga jatuh korban empat orang tewas dan sekitar 200 orang lainnya luka-luka.
14 Juli 2017 sebagai reaksi atas peristiwa dimana dua polisi itu melakukan penutupan atas Masjidilaqsa dan melarang Muslim Palestina untuk salat di sana. Mufti Agung Yerusalem, Syekh Muhammad Ahmad Husain mengecam penutupan tersebut dan kemudian ditahan oleh polisi Israel setelah memimpin doa terbuka di dekat tempat kejadian perkara, meskipun kemudian dibebaskan dengan sejumlah jaminan.
Penyeberangan Perbatasan Taba, juga dikenal di Israel sebagai Penyeberangan Menachem Begin, adalah penyeberangan perbatasan internasional antara Taba di Mesir, dan Eilat di Israel. Penyeberangan Perbatasan Taba adalah titik paling selatan di Israel.
Dibuka pada tanggal 26 April 1982, saat ini menjadi satu-satunya titik masuk/keluar antara kedua negara yang menangani wisatawan. Situs tersebut berada di kaki Gunung Tallul dan dekat dengan Desa Nelson milik Raffi Nelson dan Hotel Sonesta yang keduanya ditutup karena penyerahan Sinai ke kendali Mesir sebagai imbalan atas normalisasi hubungan.
Berdasarkan ketentuan perjanjian, warga Israel dapat mengunjungi pantai Laut Merah dari Taba hingga Sharm el-Sheikh (dan Biara Saint Catherine) bebas visa untuk kunjungan hingga empat belas hari. Pada tahun 1999, terminal ini menangani 1.038.828 wisatawan dan 89.422 kendaraan.
Terminal buka 24 jam sehari, setiap hari sepanjang tahun kecuali hari libur Idul Adha dan Yom Kippur.
Pada bulan Februari 2014, sebuah bus yang membawa wisatawan ke Biara Saint Catherine di Sinai meledak di Taba sesaat sebelum melintasi perbatasan ke Israel. Tiga warga negara Korea Selatan dan satu warga negara Mesir tewas, sementara 14 warga Korea Selatan terluka; ledakan itu dituduhkan pada teroris.
Pada bulan September 2016, penyeberangan sisi Israel diubah namanya menjadi “Menachem Begin Crossing” setelah mendiang perdana menteri, yang menandatangani perjanjian perdamaian antara Israel dan Mesir.
Dikenal juga dengan nama Tree of Al Buqayawiyya, The Only Living Sahabi atau Pohon Sahabi dalam bahasa Indonesia, merupakan pohon yang masih ada hingga hari ini dari zaman Nabi Muhammad dimana pohon ini dulu merupakan tempat berteduh Nabi Muhammad ketika berniaga ke negeri Syam
Pohon Sahabi merupakan pohon besar yang tumbuh dengan rimbun dan kokoh di Yordania. Berjarak sekitar 150 kilometer dari Kota Amman, pohon ini selalu menjadi perhatian orang dari seluruh dunia, khususnya umat Islam. Fakta dan cerita seputar pohon sahabi.
Pohon ini dijuluki sebagai the only living sahabi, pertama kali ditemukan oleh Pangeran Ghazi bin Muhammad. Dirinya meyakini ciri-ciri pohon yang ia temui adalah ciri pohon yang diceritakan dalam arsip dan sejumlah literatur yang terdapat pada Perpustakaan Royal Archives. Dari rujukannya itu, kini pohon yang terletak di wilayah Safawi Provinsi Zarqa ini diyakini sebagai tempat Nabi Muhammad SAW berteduh ketika dalam perjalanan ke Syam.
Dalam penelitian Pangeran Ghazi bin Muhammad tidak dijelaskan informasi ilmiah yang menunjukan terkait berapa usia pohon tersebut. Namun jika benar pohon tersebut telah ada sejak Rasulullah kecil, diperkirakan pohon itu sudah berumur lebih dari 1.400 tahun. Pohon Sahabi kini dirawat oleh pemerintah Yordania, kini sekeliling Pohon Sahabi telah diberikan pagar oleh pemerintah setempat, meski demikian pengunjung dapat tetap masuk dan berteduh di bawah rimbunnya pohon.
Menjadi saksi kenabian, tiga manuskrip kuno yang ditulis oleh Ibn Hisham, Ibn Sa’d al-Baghdadi dan Muhammad Ibn Jarir al-Tabari menceritakan tentang kisah Bahira yang bertemu dengan bocah kecil calon Rasul terakhir. Saat itu Muhammad diperkirakan berusia 9 atau 12 tahun. Ia menyertai pamannya Abu Thalib dalam perjalanan untuk berdagang ke Suriah. Ketika itu Bahira melihat tanda-tanda kenabian dari Muhammad kecil. Bahira melihat Muhammad kecil selalu dipayungi segumpal awan kemanapun dia pergi. Dari sanalah sang biarawan yakin kalau pemuda itu memang benar-benar nabi terakhir yang sudah diramalkan kedatangannya.
Diberi gelar The Only Living Sahabi, julukan ini memiliki makna jika pohon ini adalah satu-satunya sahabat Nabi Muhammad SAW yang masih hidup hingga saat ini. Selain itu, pohon ini juga diberi julukan The Blessed Tree oleh para ulama Islam. Hal ini dikarenakan, tumbuhnya pohon tersebut dengan lebat hingga masa kini meski berada ditempat yang tandus dikarenakan keberkahan dari Rasulullah SAW.
Tidak ada pohon lain disekitarnya, fakta selanjutnya, pohon ini hidup di gurun pasir yang sangat panas yang terletak di Yordania atau tepatnya 150 kilometer dari kota Amman. Uniknya, disekitar Pohon Sahabi tidak terdapat pohon lain yang tumbuh. Sehingga beberapa orang juga menyebut pohon ini sebagai ‘pohon yang kesepian’.
Ashabul Kahfi termaktub dalam QS Al-Kahf, surah ke-18 dalam Al-Qur’an yang terdiri dari 110 ayat. Dalam surah ini dikisahkan tujuh pemuda sebelum zaman Nabi Muhammad SAW yang tertidur di dalam sebuah gua selama 309 tahun.
Tujuh pemuda tersebut tertidur di dalam sebuah gua dalam waktu yang sangat lama, dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman hukuman mati karena tidak mau menyembah berhala.
Kisah Ashabul Kahfi merupakan salah satu kisah dalam Alquran yang nama tokoh dan lokasi tempat terjadinya juga dapat ditelusuri. Beberapa sumber mengatakan bahwa ada puluhan lokasi di dunia yang diklaim menjadi lokasi sesungguhnya dari gua Ashabul Kahfi. Ada yang mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi di wilayah Suriah, ada juga yang bilang di Efesus. Namun, berdasarkan pendapat beberapa ahli, lokasi yang paling sesuai dengan yang tertulis di Alquran adalah yang berada di ujung Desa Rajib, Kota Abu Alanda, Yordania.
Hal ini bisa terlihat dari detail gua seperti yang dijelaskan dalam ayat-ayat surat Al Kahfi, yaitu masih dapat kita lihat reruntuhan seperti bekas tempat peribadatan dari tempat di atas gua. Tempat ibadat yang dimaksudkan adalah rumah ibadah penganut Nasrani. Ketika zaman kerajaan Umayyah, rumah ibadat tersebut telah dijadikan masjid.
Menurut beberapa sejarawan Islam, ketujuh pemuda tersebut bernama Maxalmena, Martinus, Kastunus, Bairunus, Danimus, Yathbunus dan Thamlika. Ketujuh pemuda ini hidup di zaman Raja Diqyanus. Raja ini menyembah berhala. Ia memaksa rakyatnya ikut menyembah berhala. Jika tidak menuruti kemauannya, konsekuensinya adalah hukuman mati.
Ketujuh pemuda itu berpegang teguh dengan keyakinannya. Mereka tidak mau mengikuti perintah raja untuk menyembah berhala. Mereka pun akhirnya melarikan ke sebuah gua. Selama di perjalanan, tujuh pemuda itu diikuti oleh seekor anjing, yang menurut beberapa sejarawan Islam memiliki nama Kithmir. Meskipun telah diusir, anjing tersebut tetap mengikuti. Setibanya di goa, anjing tersebut menjaga tujuh pemuda itu di depan pintu gua.
Kemudian para pemuda itu berdoa kepada Allah agar diberikan petunjuk yang lurus dalam urusannya. Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami, demikian doa tujuh pemuda di dalam gua. Allah kemudian menjawab doa tersebut dengan menidurkan ketujuh pemuda itu dalam gua selama 309 tahun.
Suatu hari, ketujuh pemuda terbangun dari tidurnya dan bertanya-tanya. Sudah berapa lama kita tidur di sini? tanya salah satu pemuda. Kita berada di sini sehari atau setengah hari? timpal pemuda lainnya. Kemudian di antara tujuh pemuda itu diminta untuk pergi ke kota belanja makanan, uang yang dibawa adalah uang perak zaman Raja Diqyanus.
Belilah makanan enak dan bawa ke sini dan berkata lemah lembut lah supaya orang tidak mengetahui kita di sini, pinta seorang pemuda. Setibanya di kota, mereka membeli makanan, penjual kaget ketika salah satu Ashabul Kahfi membayar dengan uang perak. Pemuda itu dituduh menyimpan uang raja purba.
Akhirnya ditangkaplah pemuda itu dan dibawa ke hadapan raja. Raja yang memerintah saat itu bertanya tentang uang perak yang dimiliki pemuda itu. Dapat dari mana uang ini? tanya sang raja. Seorang pemuda dari Ashabul Kahfi itu menceritakan yang sebenarnya. Ia memiliki uang perak ketika melarikan diri ke sebuah gua karena tidak mau menyembah berhala saat raja yang memerintahnya adalah Diqyanus. Di manakah gua itu? tanya sang raja lagi. Pemuda itu akhirnya menunjukkan tempatnya. Raja dan pembesar kerajaan menuju gua bersama salah satu pemuda Ashabul Kahfi.
Setibanya di lokasi gua, raja kaget dan heran. Sebab, raja Diqyanus lebih dari 300 tahun meninggal dunia dan pemuda itu tertidur selama ratusan tahun. Inilah sebuah kekuasaan Allah SWT.
Setelah didatangi oleh raja, tujuh pemuda itu kembali tidur di gua, kemudian Allah mewafatkan mereka. Lalu raja menyalati jenazah Ashabul Kahfi itu. Kemudian hari membuat masjid dekat pintu untuk mengenang tujuh pemuda yang tertidur selama ratusan tahun di dalam gua.
Dilansir dari laman Lonely Planet, gua ini terdiri dari beberapa bagian. Ada gua utama yang dikenal dengan nama Ahl Al Kahf adalah delapan kuburan kecil yang disegel. Meskipun tertutup, tapi ada lubang di dalamnya, di mana Anda dapat melihat kerangka tubuh manusia.
Di atas dan di bawah gua terdapat sisa-sisa dari dua masjid yang pernah di bangun pada masa kerajaan Abassiyah yang hingga kini masih bisa digunakan. Sekitar 500 m di sebelah barat gua terdapat pemakaman Bizantium yang besar namun tidak terawat.
Kisah ashabul kahfi atau tujuh pemuda yang bersembunyi di gua ternyata tidak hanya terdapat dalam Al Quran. Injil yang merupakan kitab orang kristen pun mengisahkannya. Di dalam bibel, kisah ashabul kahfi dikenal dengan “The Seven Sleepers of Ephesus”. Selain itu, kisah tujuh orang pemuda yang bersembunyi di dalam gua selama ratusan tahun ini juga ditulis dalam cerita legenda dalam beberapa bahasa; Bahasa Latin 104 manuskrip (10 ditulis oleh St. Gregory of Tours), Bahasa Yunani 40 manuskrip, Bahasa Arab 33 manuskrip (termasuk 8 dimiliki oleh orang Arab kristen), Bahasa Suriah 17 manuskrip (8 versi), Bahasa Etiopia 6 manuskrip (3 versi), Bahasa Koptik 5 manuskrip, Bahasa Armenia 2 manuskrip, Bahasa Irlandia Tengah 1 manuskrip (yang sudah diterjemahkan dari Bahasa Latin).
Dalam Injil juga dikisahkan bahwa tujuh orang pemuda ini hidup di wilayah Roma. Raja yang berkuasa saat itu juga sama dikisahkan yaitu Raja Decius / Decyanus / Duqyanus / Dikyanus. Raja Dikyanus ini ingin semua orang di bawah kekuasannya menurut kepadanya. Sautu ketika ia memerintahkan warganya untuk memberikan persembahan untuk berhala. Tujuh orang pemuda yang beriman enggan mematuhi sang raja dan memilih untuk memberikan barang-barang untuk persembahan- kepada orang-orang miskin. Mereka masuk ke dalam gua untuk berdoa, sampai mereka pun tertidur di sana.
Raja melihat iman mereka terlalu kuat untuk dikalahkan, maka raja memerintahkan mulut gua untuk ditutup rapat-rapat. Setelah menutup gua tersebut, raja kembali ke kerajannya. Tahun demi tahun berganti, Dikyanus meninggal pada tahun 251 M. Hingga kepemimpinan digantikan oleh raja Theodosius II (408 – 450 M). Pada tahun 447 M, seorang pemilik tanah hendak membuat kandang ternak. Dia pun membuka gua yang telah tertutup itu, alangkah terkejutnya ketika mengetahui ada tempat tidur di dalamnya. Ketujuh orang di dalam gua pun terbangun. Salah satu dari mereka keluar dari gua menuju kota untuk membeli makanan. Namun pemuda ini heran karena salib ada di mana-mana, koin yang digunakan pemuda ini pun sudah tidak berlaku di kota itu. Uskup memanggil mereka. Mereka pun menceritakan kisah ajaib tersebut. Semua orang yang mendengarkan kisah mereka terus memuji keagungan Tuhan.
Amman Citadel merupakan sebuah kawasan sejarah di kota kuno Amman Yordania. Kawasan ini berlokasi di atas 7 bukit dan pernah menjadi saksi atas peradaban di 3 masa, mulai dari Kerajaan Romawi hingga Kekhalifahan Islam pada masa Bani Umayyah. Bekas reruntuhan kastil hingga masjid yang beroperasi sebagai museum memaparkan kejayaan kerajaan masa lampau.
Kita akan melihat beberapa situs sejarah seperti reruntuhan patung tangan Hercules, masjid peninggalan Bani Umayyah dah Roman Theatre. Dari bukit Amman Citadel kita akan disuguhi pemandangan Kota Amman yang menakjubkan.
Di bukit tertinggi di pusat kota Amman terdapat benteng kota, sebuah kompleks reruntuhan mengesankan yang telah ada sejak masa Neolitik (10,000 SM). Reruntuhan ini mengungkapkan pengaruh arsitektur dari Zaman Besi dan masa Romawi, Byzantium serta Kekhalifahan Umayyah.
Di ujung selatan kompleks ini terdapat Kuil Hercules, yang dibangun antara tahun 162-166. Kuil ini lebih besar dari kuil kuno Romawi. Berjalan kakilah melewati pintu masuk bertiang ke tempat suci di bagian dalam lalu pergilah untuk berdiri di bebatuan besar di tepi tebing, yang dahulu pernah terdapat tangga, dan amati pemandangan panorama ke kota ini. Di dekatnya terdapat buku jari tangan berukuran raksasa berwarna putih yang terbuat dari marmer dan diperkirakan sebagai sisa patung raksasa Hercules.
Istana Umayyah, yang diyakini telah ada sejak abad kedelapan, adalah bangunan yang paling dilestarikan dan paling mengesankan di kompleks ini. Berjalan kakilah melewati pekarangan dan jalan lebar bertiang serta masuki aula khalayak berkubah. Di dalam kompleks yang megah ini terdapat rumah gubernur dengan ruang singgasana.
Di istana ini terdapat Tangki Air Umayyah, yang memasok air ke daerah sekitar. Tangki air ini dahulu menampung lebih kurang 950.000 liter air hujan. Ikuti tangga sempit di sepanjang dinding tangki air, terus ke bagian dasar, untuk merasakan kedalamannya.
Di kompleks ini terdapat pula Museum Arkeologi Nasional, tempat Anda dapat melihat berbagai artefak yang mengesankan, di antaranya Gulungan Kertas dari Laut Mati, sebuah tengkorak berusia 6.000 tahun, dan patung Ain Ghazal, yang merupakan beberapa patung yang ditemukan pertama kali. Di sebelah selatan museum terdapat Basilika Byzantium. Berjalan kakilah di antara tiang di kedua sisi bagian tengah dan perhatikan bagian puncaknya untuk melihat sisa-sisa Kuil Hercules dari era Romawi.
Masjid King Hussein Bin Talal merupakan masjid yang terbesar di Yordania, dibangun tahun 2005 pada saat pemerintahan Raja Abdullah II di Amman Barat, khususnya di Taman Umum Al Hussein yang berada dekat dengan pusat medis King Hussein.
Masjid ini dibangun pada ketinggian 1.013 Meter di atas permukaan laut dan dengan ketinggiannya tersebut, maka dapat dengan mudah melihat bagian besar di Amman. Bangunan ini memiliki empat Menara dan lantai yang terbuat dari marmer, serta merupakan bangunan persegi.
Tepat tahun 2012, Raja Abdullah II juga telah membuka museum Nabi, yang didalam museum tersebut menampung sejumlah peninggalan yang berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW. Bukan hanya itu bahkan Raja Jordan Abdullah II di tahun 2005 juga telah membangun sebuah masjid raya di wilayah Amman barat sebagai bentuk dari memorial terhadap ayahandanya Raja Hussein yang pernah memerintah Jordania pada tahun 1952-1999.
Masjid yang dibangun oleh King Hussein ini terletak di area King Hussein Park, masjid ini dapat menampung sebanyak 5.500 pengunjung atau jamaah yang hendak berkunjung dan melaksanakan shalat di masjid tersebut, di area masjid juga terdapat pemandangan daun-daun pepohonan yang berwarna kuning keemasan yang megesankan suasana Auntum negeri 4 musim.
Di area King Hussein Park juga terdapat spot Indonesia Garden dan terdapat Peace Garden yang di mana di dalamnya terdapat pepohonan zaitun yang diberi nama Soekarno, Mahatma Gandhi, serta beberapa tokoh lainnya yang memberikan pengaruh perdamaian bagi dunia lainnya. Banyak yang berpendapat bahwa pendirian masjid ini dijadikan alasan untuk menjadikan memorial dan diinspirasi oleh adanya masjid King Abdullah I (Raja Jordan Pertama) yang dibangun dipusat kota Amman oleh Raja Hussein untuk memorial sang ayahandanya.
Masjid ini juga memiliki empat Menara, serta dibangun dengan gaya arsitektur Islam yang lazim di Bilad Sham. Masjid ini memiliki area shalat utama yang ditandai dengan langit-langit berkubah dan ornamen gaya Ummayah yang diukir di batu Yordania. Pejabat istana juga mengatakan bahwa seorang kontraktor lokal lah yang mengerjakan proyek tersebut, sementara tim yang lain berasal dari Fakultas Seni Universitas Terapan Balqa menciptakan mihrab, masjid ini menggunakan titik fokus kearah Mekkah. Fasad mihrab menggunakan jenis kayu yang langka, dan digunakan untuk pertama kalinya dalam 300 tahun di dunia Islam. Sementara untuk area sembahyang terbuka seluas 2.000 meter persegi dengan langit-langit berkubah setinggi 10 meter dan dapat menampung jamaah sebanyak 2.500 jamaah yang berkunjung dan melaksanakan shalat di masjid tersebut.