Kota Tiga Budaya dan Warisan Peradaban Islam di Eropa
Toledo adalah salah satu kota tua yang ada di Andalusia (Spanyol) yang jaraknya kurang lebih 75 Km dari ibu kota Spanyol saat ini, Madrid. Dalam bahasa arab kota ini disebut dengan Thulaithalah, dan menurut para ahli sejarah Toledo dibangun pada masa Yunani Kuno, kemudian bangsa Romawi berhasil menguasainya pada tahun 190 SM. Pada masa Romawi, Toledo sudah menjadi pusat perdagangan dan pemerintahan salah satu provinsi kekuasaan Romawi, yaitu Tarraconensis.
Toledo terletak di perbukitan di atas dataran La Mancha, dan dikelilingi sungai Tajo sebagai benteng alam. pada saat dikuasai Romawi, Toledo menjadi lokasi strategis rute dari Emeriti di barat daya menuju Caesar Agusta yang terletak di timur laut (Zaragoza modern). Toledo juga pernah menjadi ibu kota kerajaan Visigoth pada abad ke 6 M.
Pasukan Islam berhasil menguasai Toledo setahun setelah Islam berhasil masuk ke Semenanjung Liberia (Andalusia), yaitu pada tahun 712 M. Setelah berhasil menaklukan Toledo, pemerintahan Islam di Andalusia yaitu Dinasti Umayyah II yang berpusat di Cordoba memberikan perhatian khusus terhadap Toledo yang letaknya berada di tengah Spanyol.
Di masa pemerintahan Islam, Toledo dikenal sebagai kota yang mempunyai tingkat toleransi kehidupan yang tinggi. Dimana pada waktu itu, Islam, Yahudi dan Kristen hidup berdampingan dengan sangat harmonis. Keharmonisan itu dibuktikan dengan dibolehkannya agama-agama selain islam untuk mendirikan tempat ibadah mereka. Dan pasca di kuasai Islam, masyarakat Toledo yang sebelumnya hidup tidak teratur dan selalu berpindah-pindah dan tidak mengenal Tuhan berubah menjadi masyarakat yang madani, yaitu masyarakat yang berperadaban tinggi.
Peradaban tinggi yang terjadi pada masyarakat Toledo ini, dibuktikan dengan lahirnya banyak ilmuwan, buku-buku pengetahuan, universitas, tata kota yang teratur, keamanan dan lain sebagainya. Dalam catatan sejarah, Toledo berada dibawah kekuasaan Islam kurang lebih selama 373 tahun. Selama 373 tahun ini lah, peradaban Islam berkembang pesat di Toledo dengan ditandai banyaknya penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan. Bahkan Toledo juga menjadi pusat keilmuwan pada waktu itu, selain Cordoba, Granada dan Sevilla.
Selama kurun waktu 373 tahun, berbagai bidang ilmu pengetahuan berkembang di Toledo. Mulai dari ilmu agama, sastra, seni, astronomi sampai dengan bidang ilmu teknik. Ulama-ulama besar dalam bidang agama banyak yang muncul dari Toledo saat itu, sebut saja Abu Utsman Said bin Abu Hind, Sulaiman bin Masrur, Ibnu al-Qisyari, Yahya bin Tsabit al-Fihri, Muhammad bin Waddah, Ibnu Mas’ud al-Tulaithali dan masih banyak lainnya.
Selain itu, Toledo juga melahirkan banyak ilmuwan dalam bidang sains. Salah satu ilmuwan besar yang lahir dari peradaban Islam di Toledo adalah al-Zarqali, yang merupakan ahli matematika dan astronomi pada zamannya. Di barat, al-Zarqali dikenal dengan sebutan Arzachel dan di dunia Islam lebih dikenal dengan nama al-Zarqalluh atau al-Zarqallah. Dengan kontribusinya dalam pengembangan astronomi modern yang sangat tak ternilai.
Selain al-Zarqali, Toledo juga banyak melahirkan ilmuwan-lmuwan besar dalam bidang sains. Seperti al-Waqidi dan al-Tugibi yang ahli di bidang matematika, Ibnu al-Attar yang ahli dalam bidang ilmu ukur, dan Ibnu Hamis yang juga menguasai ilmu astronomi, serta Muhammad Ibnu al-Saffar yang berhasil menciptakan Astrolabe (alat navigasi/alat untuk mengamati posisi bintang-bintang zaman dulu) pada tahun 1029 M.
Sebelum jatuh dan dikuasai oleh pemerintahan Kristen, pimpinan Raja castile Alfonso VI pada tahun 1085 M. Peradaban Islam telah memberikan sumbangsih yang sangat berharga terhadap Toledo, yaitu melalui keharmonisan kehidupan tiga agama samawi (Islam, Yahudi, Kristen). Dimana setelah Toledo dikuasai oleh pasukan Kristen, nilai-nilai toleransi itu sempat pudar.
Beberapa peninggalan peradaban Islam di Toledo adalah Moorish bridge yang merupakan sebuah jempatan kuno yang dibangun pada abad ke 10 M, pada masa kejayaan Islam. Selain itu ada juga Toledo Cathedral yang dulunya adalah masjid yang bernama Al-Damagin, yang dibangun pada abad ke 10 M, dan berubah menjadi Cathedral setelah Toledo dikuasai oleh pasukan Kristen. Tak jauh dari Toledo Cathedral, ada juga masjid yang menjadi bukti bahwa Islam pernah berkuasa yaitu Mezquita Del Cristo de Lalus yang bernama asli Mezquita Bab al-Mardo, yang dibangun pada tahun 999 M.
Sentuhan peradaban Islam menjadikan Toledo menjadi kota yang penuh keindahan, berbudaya dan penuh dengan ilmu pengetahuan. Dan pada tahun 1986 M, Toledo ditetapkan sebagai salah satu situs warisan dunia oleh UNESCO. Lantaran kota ini dinilai memiliki warisan budaya dan sejarah yang tak ternilai. Selain itu, Toledo juga mempunyai sebutan kota yang tidak pernah berubah.
(disadur dari tulisan Nur Hasan, Alumnus Islamic Studies, International University of Africa, Sudan. Penulis buku Ulama’: Pengembaraan dan Pikiran yang Jernih)
Mosque Cristo de La luz
Masjid Cristo de la Luz adalah masjid di Toledo yang sekarang menjadi kapel Katolik. Masjid Cristo de la Luz adalah salah satu dari sepuluh yang ada di kota selama periode Moor. Bangunan itu kemudian dikenal sebagai Mezquita Bab-al-Mardum, namanya diambil dari gerbang kota Bab al-Mardum yang terletak di dekat Puerta del Sol, di daerah kota yang dulu disebut Medina tempat tinggal Muslim dulu.
Dibangun pada tahun 999 di Toledo, bangunan ini langka karena kondisinya masih sama seperti saat pertama kali dibangun. Pelindung aslinya adalah Ahmad bin Hadidi, Prasasti Arab di Kufi pada bangunan tersebut menyatakan bahwa Musa Ibn Ali yang membangunnya. Prasasti yang ditulis dengan batu bata dalam aksara Kufi di eksterior barat daya mengungkapkan rincian dasar masjid ini “Bismillah Ahmad ibn Hadidi mendirikan masjid ini menggunakan uangnya sendiri untuk meminta hadiah surga dari Allah dan selesai dengan bantuan Allah di bawah arahan Musa ibn Ali, arsitek dan Sa’ada, dan berakhir pada Muharram pada 390”.
Legenda mengatakan bahwa Raja Alfonso VI tiba di Toledo setelah kemenangannya merebut kota pada tahun 1085 ketika kudanya jatuh di depan kapel ini. Lilin terus menyala di celah-celah dinding batu selama pemerintahan Muslim dan ketika Raja menjelajahi lebih jauh tempat itu, dia menemukan sebuah salib. Salib dipindahkan ke Museum Santa Cruz yang terletak di kota yang sama. Konon misa pertama setelah kemenangan Raja di Toledo diadakan di sini.
Pada tahun 1186, Alfonso VIII memberikan bangunan tersebut kepada Ksatria Ordo St John, yang mendirikannya sebagai Kapel Salib Suci (Ermita de la Santa Cruz). Pada saat itulah masjid diganti namanya dan kubah ditambahkan. Bangunan itu adalah struktur persegi kecil, berukuran kira-kira 8m × 8m, dengan kubah setengah lingkaran kemudian ditambahkan di sisi timur. Sebagian besar dibangun dari batu bata dan batu. Empat kolom yang ditutup dengan huruf kapital menopang lengkungan tapal kuda yang membagi interior menjadi sembilan kompartemen.
Teknik konstruksi merupakan cerminan dari tradisi bangunan lokal serta pengaruh dari kekhalifahan di Córdoba. Pengaruh kekhalifahan dapat dilihat pada tembok bata di eksterior bangunan yang mirip dengan yang terlihat di Katedral Masjid Córdoba. Awalnya tembok timur adalah bentangan bata yang tidak terputus dan berfungsi sebagai dinding kiblat masjid. Juga terletak di sepanjang sisi ini akan menjadi mihrab yang digunakan untuk beribadah. Bekas mihrab terdiri atas ceruk di dalam bagian persegi yang sedikit lebih besar dari sembilan ruang masjid lainnya.
Tiga eksterior lainnya diartikulasikan oleh arcade tiga teluk. Semuanya serupa, tetapi masing-masing dalam dekorasinya. Tembok barat yang berfungsi sebagai pintu masuk utama memiliki keunikan dalam artikulasi arcade. Eksterior ini memiliki lengkungan tapal kuda, dan versi yang lebih lebar dari lengkungan tapal kuda. Lengkungan bata memberikan dekorasi untuk eksterior yang dipengaruhi oleh arsitektur di Córdoba.
Di tahun-tahun berikutnya, kubah setengah lingkaran bergaya Mudéjar ditambahkan. Dalam proses penambahan dinding kiblat dan mihrab hilang. Penggunaan gaya Mudéjar memberikan transisi yang mulus dari struktur aslinya ke kubah, karena tambahannya menggunakan gaya dekorasi dan bahan yang sama seperti aslinya. Kelanjutan motif lengkung merupakan penghubung penting antara dua bagian bangunan.
Albaicin atau Abayzín adalah museum outdoor yang terletak di seberang lembah Darro menghadap ke arah Alhambra yang merupakan kawasan muslim yang bertahan selama beberapa dekade. Di Albayzin, umat muslim yang berasal dari bangsa Moor mewariskan rumah-rumah indah dengan taman pada dindingnya. Rumah tersebut disebut dengan cármen dan membingkai gang- gang sempit berliku di Albaicin. Jalanan di sana tidak ada yang lurus, kawasan ini menyerupai sebuah labirin besar yang dapat membuat bingung para pengunjungnya.
Pemberontakan yang terus dilancarkan membuat Raja saat itu mengusir bangsa Moor. Pada masa itu sebanyak 30 mesjid di Albaicin, sebagian dihancurkan dan sebagian lagi dikonversi menjadi gereja. Seperti Colegiata del Salvador sebuah gereja pada abad ke-16 yang menempati bangunan masjid utama Albaicin.
Dalam 500 tahun akhirnya Albaicin memiliki mesjid baru bernama Mezquita Mayor de Granada. Letaknya di sebelah timur Mirador San Nicolás, mesjid tersebut diperuntukan bagi komunitas muslim yang populasinya semakin banyak di Granada.
Hal menarik lain adalah gerbang Arco de las Pesas yang merupakan benteng pertahanan dari abad 11. Dari gerbang tersebut kita dapat mengikuti jalan Callejon de San Cecilio hingga ke Mirador San Nicolás, terdapat panorama utama dari Albaicin. Pengunjung dapat melihat pemandangan indah Alhambra dan Sierra Nevada. Peninggalan bangsa Moor lain yang masih tersisa adalah menara masjid abad ke-11, Alminar de San Jose. Jika ingin berburu cinderamata, Calle Calderia Nueva menjajakan dari mulai sandal, sisha, hingga keramik tanah liat asal Afrika Utara.
2. Mezquita Mayor de Granada
Dulu “View Point” San Nicolás sangat terkenal, namun kami memilih view point baru untuk menyaksikan istana Alhamra, view point dimaksud adalah Mezquita Mayor de Granada atau disingkat Mesjid Granada terletak di kota Granada, provinsi Andalusia, selatan Spanyol.
Keindahan “View Point” ini tak terbantahkan, dengan Alhambra dan Generalife saling berhadapan, kota di kakinya, dan Sierra Nevada yang megah di belakangnya. Mirador terletak di lingkungan Albayzin dan terkenal dengan pesona sekitarnya, jalanan berbatu, rumah putih, bar tapas, dan orang-orangnya.
Masjid Granada merupakan masjid pertama yang dibangun di Granada setelah masa pemerintahan kerajaan Islam Granada di Spanyol habis dengan diusirnya Sultan Muslim terakhir di sana, Muhammad XII (Boabdil).
Raja Ferdinand dan Ratu Isabella mengusir sultan Arab itu tahun 1492, yang mengakhiri pemerintahan Muslim selama 800 tahun di Spanyol Selatan. Kompleks masjid itu terletak di satu puncak bukit yang menghadap Pegunungan Sierra Nevada dan istana Alhambra.
Masjid ini diresmikan tanggal 10 Juli 2003 setelah masa pembangunan selama 20 tahun, pembangunannya menyedot dana sebesar 4,5 juta dollar dan didanai oleh Emir dari Sharjah, negara Maroko, Turki, Libia, Brunei dan Malaysia. Pembangunan masjid itu menjadi sangat lama karena sempat menemui halangan antara lain diantaranya kematian penyandang dananya Raja Maroko Hassan dan ditemukannya peninggalan arkeologi yang menghentikan pembangunan masjid ini. Umat Muslim di Granada dengan sukacita menyambut pembukaan masjid ini, pasalnya ini merupakan masjid agung pertama di kawasan mereka setelah 500 tahun lamanya.
“Ratusan tahun lalu penjajah Spanyol datang ke kawasan kami dan membumihanguskan keturunan Muslim. Saat ini masjid agung telah dibangun, berarti sejarah memilukan itu harus kita kubur bersama demi menatap masa depan yang lebih cerah,” kata salah seorang warga Muslim Granada yang hadir dalam peresmian kala itu, seperti yang dikutip dari Telegraph.
Atas sejarah panjang itu, peresmian Masjid Granada sampai diberitakan secara luas oleh kantor berita dunia. Granada merupakan salah satu pusat penyebaran Islam di Eropa. Ratusan warga di sana merupakan Muslim taat.
Setiap salat Jumat dan sepanjang bulan Ramadan, masjid berarsitektur Spanyol-Arab ini selalu ramai dikunjungi jemaah. Ada tiga bagian yang bisa dikunjungi yakni taman, ruangan salat dan pusat kajian Islam. Selain yang berniat ibadah, banyak juga turis yang datang untuk mengenal sejarah dan arsitekturnya.
Masjid ini memang indah, berhadapan langsung dengan lembah Alhambram, sungai Darro, gunung Sabika yang merupakan komposisi pas untuk menatap matahari terbenam.
Sekretaris Jenderal Masjid Zacarias Lopez Rejon mengatakan pembangunan Masjid Granada dimulai pada 30 tahun lalu, bertepatan dengan masa ketika ayahnya memeluk Islam.
Kami menemui berbagai kesulitan selama pembangunan masjid. Prosesnya memakan waktu lama karena masalah finansial dan politik. Pada tahun 2003, masjid itu akhirnya diresmikan,” kata Rejon, seperti yang dikutip dari Anadolu.
Rejon lanjut mengatakan bahwa setiap bulan Ramadan ada kegiatan buka puasa bersama, pengajian sampai salat Tarawih yang digelar. Menu berbuka puasa di masjid ini ialah susu, kurma dan Sup Harira Maroko. Susu dan kurma disantap saat waktu berbuka, sementara Sup Harira Maroko disajikan setelah salat Tarawih.
Rejon menambahkan bahwa hingga saat ini Masjid Granada masih membuka pintu bagi mereka yang mau menyumbangkan dananya untuk pemeliharaan bangunan.
3. Flamenco Show
Kami menyempatkan diri menyaksikan pertunjukan tradisional Flamenco yang selalu menjadi sorotan dari setiap kunjungan wisatawan ke Andalusia. Pertunjukan live selama 1,5 jam berlangsung di Venta el Gallo yang terletak di salah satu tempat spektakuler Barranco de los Negros, 5 Granada.
Flamenco adalah sebuah pertunjukan musik dan tari yang berasal dari Spanyol. Kesenian ini berkembang di Andalusia sejak abad ke-14. Pada saat ini, kesenian Flamenco dipentaskan di panggung dengan iringan permainan gitar dan kastanyet pada pesta-pesta rakyat. Pertunjukan Flamenco mendapat penghargaan sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO pada tanggal 16 November 2010 di Nairobi, Kenya.
Flamenco dibawa dari India sebagai tarian istana Moor pada abad ke-14 dan kemudian dikembangkan oleh kaum Gipsi (Gitanos atau Flamencos) yang tinggal di Andalusia dengan memodifikasi gaya klasik. Seperti tarian India, Flamenco terbagi atas improvisasi dengan aturan-aturan ketat.
Intisari lagu dalam pertunjukan ini dinamakan cante, yakni menyanyi dengan diiringi gitar dan tarian dalam 3 buah kategori: cante jondo atau cante grande (besar, agung) yang berciri khas sedih dan berhubungan dengan tema-tema kematian, kesakitan dan religius untuk mengungkapkan keputusasaan dan penderitaan. Orang-orang Gipsi yang tertindas konon mengutarakan emosi dan suara penderitaan dengan sempurna. cante intermedio (menengah), memasukkan unsur-unsur yang mengharukan. cante chico (kecil), pertunjukan dengan tema cinta, kegembiraan dan kehidupan pedesaan.
Sedangkan, intisari tariannya dinamakan alegrias (agung), bullerias (humor), farruca (kuat dan beremosi).
Beberapa penari menggunakan kastanyet untuk menambah warna musik, namun ada pula penari yang tidak memakai alat musik tersebut karena dianggap dapat mengurangi keindahan tarian. Penari Flamenco mementaskan tarian dengan improvisasi dan gerakan penuh semangat untuk menciptakan pertunjukan yang enerjik dan menarik. Mereka mengenakan pakaian berwarna mencolok dan menari secara solo, berpasangan atau berkelompok. Pertunjukan tari meliputi gerakan kaki yang cepat, gerakan tangan yang gemulai, menepuk tangan, dan menjentikkan jari. Intisari pertunjukan Flamenco adalah menyanyi, menari dan memainkan alat musik. Menyanyi dinamakan cante flamenco dan bermain gitar dinamakan toque flamenco. Kadang-kadang musik dimainkan tanpa tarian.
Gerakan-gerakan khas tari Flamenco diperlihatkan dengan menjunjung tinggi lengan dan menyimpulkan tangan (filigrano), melengkungkan punggung dan menggerakan kaki secara ritmik (zapateado). Lagu dan tari diiringi oleh selingan palmadas ringan (tepuk tangan) dan pitas (jentikkan jari).
Para penari sering kali menari dengan menunjukkan duende, dimana mereka seakan-akan dirasuki emosi dari musik dan tarian. Duende ditampilkan pada saat pementasan cante jondo dalam suasana ilusif dengan menuangkan emosi dan impresi seperti gunung berapi yang akan meletus. Penari pria diharuskan menari dengan penampilan maskulin, sedangkan wanita menari dengan sikap tenang, bangga, dan dengan sensualitas yang terkendali.
Tarian dan musik diiringi dengan tepuk tangan, jentikkan jari, dan teriakan penyemangat (jaleo). Pemain gitar menampilkan compás (ritme dasar) dan memainkan irama sesuai dengan perubahan perasaan penyanyi atau penari. Walaupun banyak penari telah menggunakan kastanyet, para aficionados merasa bahwa hal tersebut agak mengurangi keindahan tarian dan mengganggu gerakan filigrano.
Pada abad ke-20, Flamenco dikembangkan dari bentuk tari rakyat solo menjadi bentuk seni teater oleh para penari seperti Pastora Imperio, La Argentina, Argentinita, Vicente Escudero, Carmen Armayo dan sebagainya.
“Venta El Gallo” 2001 mendapat Penghargaan Prestige Wisatawan karena meningkatkan citra kota dan berkolaborasi dengan promosi pariwisata, kualitas, inovasi, dan kerja. Penghargaan turis Granada dibuat oleh Dewan Umum Badan Pariwisata Provinsi Granada, yang akan menjadi diberikan kepada perusahaan, lembaga atau orang yang menonjol untuk kegiatan wisata mereka di provinsi tersebut.
Didirikan pada tahun 1977 oleh Juan Heredia, “Juanillo” adalah putra dari bailaora mitos Antonia “la Gallina”, salah satu artis yang dipilih Vicente Escudero untuk tur Amerika Utaranya selama tahun 1930. Dia memulai karir seninya sebagai gitaris di Sacromonte zambras mengiringi seniman paling terkemuka saat itu. Di atas segalanya, sorot pembelaan gigih yang selalu dia buat tentang Sacromonte sebagai lingkungan budaya dan seni, yang selalu dia hargai, terus-menerus mencela pengabaian yang dilakukan institusi kepadanya (episode protesnya terhadap politisi terkenal). tentang hak-hak kaum gipsi, yang membuatnya mendirikan dan mempromosikan asosiasi gipsi “camelamos naquerar” “Sacromonte bersejarah” atau “persatuan romaní”.
4. The Alhambra Palace, Granada
Istana Alhambra adalah pusat kekuasaan Dinasti Bani Ahmar, yang merupakan dinasti Islam terakhir di Andalusia. Istana ini menjadi saksi bisu kejayaan dan juga kehancuran imperium Islam di Andalusia. Pada tahun 1232, Sultan Muhammad bin Al-Ahmar membangun sebuah istana yang indah di sebuah bukit bernama La Sabica, di kota Granada, Spanyol. Istana ini kemudian dikenal dengan nama Alhambra. Dalam bahasa Arab artinya Istana Merah, karena dinding Istana ini yang berwarna kemerah-merahan.
Istana Alhambra terletak di titik paling strategis kota Granada, pada ketinggian 150 meter. Dari tempat ini kita bisa melihat pemandangan seluruh kota hingga sejauh mata memandang. Luas komplek Istana Alhambra sekitar 14 hektar, dikelilingi oleh benteng-benteng dengan pola tidak beraturan.
Catatan tertua tentang keberadaaan situs ini ditulis tahun 889 oleh seorang bernama Sawwar bin Hamdun. Dalam catatan tersebut dikisahkan, bahwa ketika terjadi perang sipil di masa kekhalifahan Bani Umayyah di Cordoba, Sawwar mencari perlindungan di sebuah benteng bernama Alcazaba. Saat ini, Alcazaba diyakini sebagai tempat pertama dan bangunan tertua yang didirikan di areal tempat dimana Alhambra kemudian berdiri. Selain itu, Alhambra merupakan satu-satunya kota peninggalan kerajaan Romawi yang masih hidup dari zaman keemasan islam dan sisa Dinasti Nasrid, kerajaan Islam terakhir di Eropa Barat.
Secara garis besar, Istana Alhambra dibagi menjadi tiga bagian, yang ketiganya dibangun pada era pemerintahan yang berbeda. Bagian pertama, dikenal dengan nama Mexuar. Berdasarkan catatan Ibn Zamrak, penyair terkenal era pemerintahan Bani Ahmar, bangunan tersebut dibuat oleh Sultan Muhammad I atau Abu Abdullah Muhammad bin Yusuf bin Nasr. Istana ini dipilih sebagai tempat tinggal utamanya sekaligus sebagai ruang kerjanya. Bagian interior bangunan Maxuar sudah banyak ditambahkan dan dilakukan renovasi. Namun, bagian dalam bangunan tampak masih utuh dan mengekspresikan cita rasa arsitektur Islam. Seperti empat pilar dan kolom yang ada di dalamnya, kaligrafi dengan tulisan kufi di dinding, serta corak marmer yang juga menempel di dinding Mexuar.
Bagian kedua, bernama Istana Comares (The Comares Palace). Ini merupakan bagian terpenting dari keseluruhan situs di komplek Alhambra. Karena di aula istana inilah singgasana sultan berada. Sebagian besar pembangunan istana ini dilakukan dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Yusuf I, dan diselesaikan hingga sempurna oleh putranya yang bernama Sultan Muhammad V. Dari segi interior, terdapat dua ikon khas istana tersebut, yaitu kolam besar yang terletak di tengah-tengah istana, bernama Arrayan (Patio de Los Arrayanes), dan Menara Comares, yang merupakan menara terbesar dari keseluruhan menara yang ada di komplek Alhambra. Menara Comares terletak di sisi utara Istana Comares. Tinggi menara ini mencapai 45meter yang strukturnya bersambung dengan benteng. Di dalam menara ini terdapat sebuah aula terbesar dari semua ruangan yang ada di Alhambra bernama “Embajadores”. Aula ini digunakan sebagai ruang kenegaraan untuk menerima tamu negara.
Bagian ketiga dari Istana Alhambra adalah Istana Singa atau Palacio de los Leones. Istana Singa ini merupakan mahkota dari keseluruhan keindahan yang ada di Alhambra. Istana ini dibangun oleh Sultan Muhammad V sebagai rumah peristirahatnnya. Letaknya tepat bersebelahan dengan Istana Comares. Pada masa Islam berkuasa, tidak ada jalan yang menghubungkan kedua bangunan ini. Barulah ketika Katholik berkuasa, dibuat jalan yang menghubungkan keduanya. Dinding Istana Singa dipenuhi dengan dekorasi kaligrafi bercorak Kufi. Kaligrafi tersebut berisi puisi-puisi karya tiga penyair terkenal Alhambra, yaitu Ibn al-Yayyab (1274-1349), Ibn al-Jatib (1313-1375) dan Ibn Zamrak (1333-1393). Di antara para penyair tersebut, Ibn Zamrak dianggap sebagai penyair Alhambra yang paling populer. Semasa hidupnya, Ibn Zamrak juga sempat menjabat sebagai sekretaris kanselir kerajaan dan perdana menteri.
Ikon dari seluruhan keindahan seni di istana ini adalah kolam air mancur atau Patio de los Leones. Air mancur tersebut dihiasi dengan 12 patung singa yang melingkar. Dari mulut patung-patung singa tersebut akan keluar air yang memancur. Di samping sebagai ikon hiasan istana, air mancur dari mulut singa tersebut akan mengalir ke empat penjuru mata angin yang berujung pada teras empat ruangan utama di Istana tersebut. Yaitu The Sala de las Dos Hermanas (“Hall of the Two Sisters”) di bagian utara, The Hall of the Abencerrajes di bagian selatan, The Hall of The Kings (The Sala de los Reyes) di bagian timur, dan The Court of the Lions (Sala de los Mocdrabes) di bagian barat.
Pada tahun 1984, Alhambra ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO bersama dengan dua situs islam lainnya, seperti Albaicín (atau Albayzín) dan Taman Generalife. Istana Alhambra memiliki bentuk tidak beraturan yang dikelilingi benteng pertahanan.
The Generalife Gardens
Generalife adalah bekas istana dan warisan negara yang dibangun oleh penakluk muslim yang menduduki bagian semenanjung Iberia dari abad 8. Ini merupakan bagian dari gabungan bangunan yang termasuk Alhambra dan Albayzín yang terkenal di dunia di kota Granada Spanyol. Hari ini terbuka untuk umum dan menarik ribuan pengunjung setiap tahun yang datang untuk mengagumi keindahan taman situs Warisan Dunia UNESCO.
Generalife pertama dan terutama dirancang sebagai tempat istirahat bagi sultan dan emir yang tinggal di istana Alhambra. Meskipun beberapa bentuk istana atau benteng telah ada di daerah tersebut sejak sekitar abad 8, tidak sampai abad 13, Alhambra diubah menjadi istana kerajaan dan Generalife dibuat, kemungkinan besar pada masa pemerintahan Muhammad III. Dalam desain aslinya, bangunan utama sederhana dikelilingi oleh Taman Jardín de la Sultana atau Sultana’s Gardens, serta Patio de la Acequia atau Water-Garden Terrace. Taman-taman adalah contoh utama arsitektur Moor, yaitu dari Emirat Nazari yang memerintah atas Granada dari abad 13 ke abad 15. Hari ini dapat disaksikan salah satu taman Moor terbaik yang masih terawat di Spanyol.
Patio de la Acequia terdiri atas empat bagian dan dilalui oleh Acequeia Reial, kanal air sepanjang enam kilometer yang digunakan untuk mengairi taman Alhambra dan Generalife. Selain kebun-kebun hias, selama Abad Pertengahan ada juga sejumlah kebun pertanian yang digunakan untuk menanam buah dan sayuran. Beberapa desas-desus mengatakan bahwa nama istana itu sendiri dapat berasal dari bahasa Arab Yannat al-Arif yang berarti ‘Taman Arsitek’, meskipun asal yang tepat dari nama tersebut tetap diperdebatkan. Tahun 1984 Generalife dianugerahi status Situs Warisan Dunia di samping istana Alhambra dan bersama-sama mereka membentuk salah satu warisan yang paling penting dari arsitektur dan desain Moor di Spanyol.
Great Umayyad Mosque atau awalnya dikenal dengan nama Mezquita de Córdoba, sekarang sudah diganti menjadi Mezquita-Catedral de Córdoba. Dikenal juga secara resmi dengan nama gerejawinya Catedral de Nuestra Señora de la Asunción (Katedral Bunda Maria Diangkat ke Surga) adalah katedral dari Keuskupan Katolik Roma Córdoba yang didedikasi untuk Maria diangkat ke Surga dan terletak di Kordoba, Andalusia, Spanyol.
Menurut catatan tradisional, awalnya Masjid Raya ini dibangun atas perintah dari Abd Rahman I pada tahun 785, ketika Kordoba merupakan ibu kota dari Wilayah Al-Andalus yang dikuasai Muslim. Masjid ini diperluas beberapa kali setelah itu di bawah penerus Abd Rahman I hingga akhir abad ke-10. Di antara tambahan yang paling menonjol, Abd Rahman III menambahkan minaret, selesai pada 958 dan anaknya, Al-Hakam II, menambahkan mihrab dan maksurah baru, selesai pada 971.
Masjid ini dikonversi menjadi katedral pada tahun 1236 setelah Kordoba direbut oleh pasukan Kristen Kastila pada periode Reconquista. Struktur bangunan hanya mengalami sedikit modifikasi hingga sebuah proyek besar pada abad ke-16, menyisipkan bagian panti umat dan transept katedral Renaisans baru ke tengah bangunan. Bekas minaret, yang telah diubah menjadi menara lonceng, juga direnovasi secara signifikan pada sekitar waktu ini. Dimulai pada abad ke-19, restorasi modern dilaksanakan dan mengarah pada pemulihan dan studi beberapa elemen bangunan pada era Islam. Saat ini, bangunan tersebut terus berfungsi sebagai katedral kota dan Misa dirayakan di dalamnya setiap hari.
Struktur masjid ini dianggap sebagai monumen penting dalam sejarah arsitektur Islam dan dianggap oleh banyak ahli sebagai sangat berpengaruh pada arsitektur “Moor” di wilayah Mediterania barat dari dunia Islam. Bangunan ini juga merupakan salah satu monumen bersejarah dan tempat wisata utama Spanyol, serta Situs Warisan Dunia UNESCO sejak 1984.
Masjid Agung dibangun oleh Keamiran Umayyah baru di Al-Andalus yang didirikan oleh Abdurrahman ad-Dakhil pada tahun 756. Abdurrahman ad-Dakhil merupakan seorang buronan dan salah satu anggota terakhir keluarga Umayyah yang tersisa yang sebelumnya pernah memerintah khilafah pertama di Damaskus, Suriah, secara turun temurun. Kekhalifahan Umayyah ini digulingkan selama Revolusi Abbasiyah pada tahun 750.
Dalam prosesnya, keluarga penguasa tersebut hampir semuanya terbunuh atau dieksekusi dalam prosesnya. Abdurrahman ad-Dakhil selamat dengan melarikan diri ke Afrika Utara, kemudian setelah mendapatkan dukungan politik dan militer, mengambil alih pemerintahan Muslim di Semenanjung Iberia dari gubernurnya, Yusuf bin Abdul al-Rahman al-Fihri. Kordoba telah menjadi ibu kota provinsi Muslim Semenanjung Iberia dan diteruskan menjadi ibu kota keamiran independen oleh Abdurrahman ad-Dakhil.
2. Medinat of Azahara
Cordoba didirikan oleh Claudius Marcellus dengan nama Corduba pada zaman Romawi Kuno. Mengunjungi Kota Cordoba di Spanyol kurang lengkap kalau belum mengunjungi Medina Azahara, sebuah situs arkeologi abad pertengahan yang bernilai sejarah tinggi. Obyek wisata yang selalu diincar wisatawan mancanegara ini hanya berjarak sekitar 13 kilometer dari kota Cordoba.
Medina Azahara atau dalam bahasa Arab dikenal sebagai Madinat al-Zahra yang berarti: “kota bersinar”. Memasuki Medina Azahara di barat kota Cordoba dan berada di bawah kaki pegunungan Sierra Morena, terasa seperti memasuki sebuah kota dengan istana megah dengan pemandangan yang sangat indah.
Untuk menuju lokasi diwajibkan menggunakan bus khusus yang ada. Bus tersebut mondar mandir mengangkut wisatawan ke istana kota Medina Azahara dan museum. Walaupun sekarang hanya tersisa reruntuhan dan puing-puingnya saja, namun situs ini masih menyisakan bangunan utama yang mewakili kemegahan bangunan masa lalu. Wisatawan akan menerawang ke masa silam bagaimana makmurnya Cordoba kala itu saat Khalifah Abd Al-Rahman III pada tahun 936 membangun istana kota Medina Azahara tersebut.
Khalifah Abd Al-Rahman III tak hanya membangun istana namun juga sebuah kota yang makmur. Keberadaan bangunan ini pada masa itu benar-benar memperhatikan kontur lahan dan berdiri di atas lebih dari tiga tingkat. Saat membayangkan bangunan secara utuh, situasinya mirip dengan bangunan istana raja di Karangasem, Bali, di mana bangunan istana berada di bagian atas atau puncak, sementara taman-taman dan kolam berada di bagian bawah. Dari istana inilah, sejauh mata memandang akan terhampar pemandangan indah yang menyejukkan mata.
Jalur distribusi makanan, masalah air minum, perumahan warga, arus lalu lalang pasukan sampai keberadaan kandang kuda begitu diperhatikan sangat detail. Tidak kalah menarik adalah pilar-pilar bangunan dengan relief-relief rumit di istana kota Medina Azahara seluas 112 hektar, begitu kokoh dan menjadi ciri khas bangunan peninggalan Islam.
Medina Azahara dibagi menjadi dua kategori, pertama khusus untuk areal pemerintahan dengan bangunannya dan kedua areal untuk tempat tinggal warga dan para pejabat penting. Istana ini memiliki kebun di sekelilingnya dan Masjid Aljama di bagian bawah.
Tempat lalu lalang pasukan berkuda, kandang kuda sampai dimana kuda diikat juga dirancang sedemikian detail. Boleh jadi kita akan menyangka seperti bathtub tapi sesungguhnya itu hanya tempat minum kuda, selanjutnya kita akan melewati taman-taman istana hingga memasuki bangunan paling bawah yakni melihat reruntuhan Masjid Aljama.
Sebelum meninggalkan Medina Azahara, jangan lupa mampir di museum untuk melihat sejarah pembangunan Medina Azahara dan barang-barang yang ada masa itu, seperti keramik, piring sampai cangkir.
Cape Spartel di kota Tangier adalah situs alam yang indah di Maroko utara yang menghadap ke Selat Gibraltar, dikenal sebagai titik paling barat laut Afrika. Pertempuran Cape Spartel terjadi di sini, salah satu konfrontasi pertama di awal Perang Saudara Spanyol, pada bulan September 1936.
Sebelumnya dikenal sebagai Tanjung Ampelusia, ia memberikan pemandangan laut biru yang indah di mana Laut Mediterania bertemu dengan Samudra Atlantik dan garis pantai yang hijau dan terjal. Itu sering dikunjungi oleh banyak wisatawan yang pergi ke sana untuk melihat matahari terbenam yang spektakuler dan minum di bar pantai di daerah tersebut. Selain daya tarik alamnya, Cape Spartel di Tangier memiliki mercusuar ikonik yang dibangun pada pertengahan abad ke-19 di puncak tanjung sekitar 300 meter di atas permukaan laut.
Cape Spartel berada di ujung utara Maroko, sekitar 14 kilometer melalui jalan darat dari Tangier. Perjalanan tidak memakan waktu lebih dari tiga puluh menit dan Anda dapat pergi dengan mobil, taksi, atau bus wisata mana pun dari Tangier. Mengemudi di sepanjang jalan pantai Atlantik di Afrika utara adalah keharusan lainnya. Aksesnya juga bagus karena ada tempat parkir mobil yang luas.
Cape Spartel terletak di kawasan pesisir Tangier dengan tebing, pantai, dan hutan dengan vegetasi asli yang merupakan bagian dari Cagar Alam Cape Spartel. Ini adalah salah satu daratan yang membatasi Selat Gibraltar di sisi Afrika dan di mana garis imajiner ditarik di mana perairan Mediterania dan Atlantik bertemu.
Meskipun kawasan tersebut mengalami perkembangan, ia dilindungi dan dipertahankan esensi alaminya. Di sini, para pecinta burung dapat melihat burung-burung yang bermigrasi terlihat di sepanjang kilometer garis pantai: spesies yang terbang dari Maroko, di benua Afrika, ke Spanyol, beberapa mil jauhnya, di benua Eropa.
Mercusuar Cape Spartel, Gua Hercules, pantai panjang, garis pantai terjal yang dihantam ombak dan warna biru Mediterania dan Atlantik yang intens adalah bahan-bahan yang, jika dicampur, menjadikan situs alami cagar alam Cape Spartel di Tangier ini. menarik.
Turis lokal dan asing cenderung sering mengunjungi situs ini, terutama untuk menikmati pemandangan indah dan matahari terbenam yang unik di bagian utara Maroko ini. Tamasya tidak boleh lebih dari satu pagi atau sore jika Anda ingin menggabungkan kunjungan ke mercusuar, berjalan di sepanjang tanjung dan memasuki Gua Hercules.
Itu adalah simbol Cape Spartel, pusat perhatian dan titik fokus kamera. Mercusuar yang telah beroperasi sejak 1864 ini adalah yang pertama dari jenisnya di sepanjang garis pantai Maroko atas permintaan perwakilan konsuler negara-negara Eropa pada saat itu sebagai akibat dari banyaknya bangkai kapal di daerah tersebut.
Dengan tinggi 30 meter, selain lentera 24 meter, ia memiliki gaya arsitektur dengan pengaruh arab. Itu masih berfungsi karena cahayanya terlihat hingga 23 mil laut yang memandu kapal transatlantik pada malam hari.
Meskipun Anda tidak dapat mengunjunginya di dalam, ada baiknya mengambil foto dan berkeliling di sekitar area tersebut. Di dekat mercusuar terdapat kafe tempat Anda dapat menikmati minuman yang menghadap ke laut, dan Eropa.
Menara Gereja Katedral Sevilla dulunya dikenal menara Al Mansur yang merupakan menara Masjid Sevilla, dibangun oleh Khalifah Abu Yakub Yusuf, penguasa kedua Dinasti Al-Muwahhidun pada tahun 1172 M dan diselesaikan oleh anaknya, Abu Yusuf Yakub Al Mansur.
Menara ini terkenal dengan keindahan arsitektur dan hiasan-hiasan emasnya. Pembangunan menara ini membutuhkan waktu bertahun-tahun karena sering terhenti ketika raja bepergian ke wilayah lain. Saat berada di bawah kekuasaan Muslim, menara ini terdiri atas 5 lantai dengan tinggi mencapai 96 meter dimana lantai 5 digunakan untuk Muazin.
Sevilla dikenal sebagai kota yang kental akan corak Islam. Hal tersebut dikarenakan masyarakat Muslim telah menetap di wilayah ini lebih dari lima abad lamanya. Dari sisi arsitektur pun banyak terpengaruh oleh corak Islam seperti ornamen ornamen Arab di hotel, rumah dan tempat lainnya.
Pasca kekalahan Muslim, menara mengalami banyak renovasi khususnya di tiga lantai teratas. Bentuk menara Al Mansur memang tetap dipertahankan, hanya saja dibangun lantai enam sebagai tempat menyimpan lonceng. Lalu diatasnya didirikan patung Santa Fe dengan tinggi sekitar lima meter. Tahun 1558 saat Gereja telah selesai dibangun, fungsi menara masjid ini dialihkan menjadi menara lonceng gereja. Adapun ukiran emas yang menjadi ciri khas menara ini jatuh pada 1355 akibat gempa bumi.
Saat Sevilla ditumbangkan oleh pasukan kerajaan Kastila tahun 1248 M, masjid megah ini dirubah menjadi gereja. Kemudian tahun 1402 M, dilakukan renovasi besar besaran termasuk pendirian gereja besar di atas bekas bangunan masjid tersebut.
Sejarah mencatat, pengerjaan pembangunan gereja berlangsung hingga satu setengah abad lamanya. Dari bangunan masjid kini hanya tersisa halaman dan menaranya saja. Halaman terletak di sebelah utara gereja dan masih tersisa beberapa ornamen bercorak Islam. Kini halaman tersebut dipenuhi pohon pohon jeruk sehingga dikenal dengan nama Patio de los Naranjos.
2. Plaza España, Seville
Plaza de Espana adalah sebuah plaza megah yang terletak di Taman Maria Lusia, Seville, Spanyol. Plaza ini akan membuat siapapun jatuh cinta dengan keindahan bangunan yang memiliki sentuhan gabungan gaya arsitektur Renaisans dan Moor khas Spanyol. Pada awalnya bangunan ini dibangun sebagai sebuah konstruksi dan simbol atas acara Ibero-American Exposition yang diselenggarakan pada tahun 1929. Kini, keindahan desain arsitektur bangunan tersebut menjadi daya tarik utama turis yang berkunjung ke kota Seville.
Berdiri megah di atas tanah dengan luas 50.000 meter persegi atau sebanding dengan lima kali luas lapangan bola, kemegahan dan keindahan dari plaza ini tidak perlu diragukan lagi. Plaza de Espana memiliki lantai dasar yang dilengkapi oleh beranda luas serta lantai atas dengan balkon mewah disepanjang bangunan. Tempat ini sering dijadikan spot foto oleh turis karena konstruksi seluruh bangunan dapat terlihat jelas dari tempat tersebut.
Disepanjang plaza ini, terdapat sebuah kanal yang membentang sepanjang 515 meter, di mana para pengunjung dapat menaiki perahu untuk mengelilingi kanal tersebut. Di atas kanal ini, dibangun empat jembatan mewah yang menggambarkan empat kerajaan spanyol di masa lalu, yaitu Castille, Aragon, Navarre, dan Leon. Menaiki perahu sambil berkeliling di atas kanal akan membuat kita merasakan nuansa romantis seperti sedang berada di Venice, Italia.
Selain kanal yang menggambarkan kerajaan spanyol, balkon-balkon yang mengiasi Plaza de Espana juga mewakili setiap provinsi di Spanyol. Jumlah keseluruhan dari balkon-balkon tersebut adalah 48 buah, di mana setiap balkon memiliki denah wilayah provinsi di Spanyol. Keunikan lainnya terletak pada desain keramik dengan berbagai warna yang menghiasi bangunan ini sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis.
Kemegahan serta kemewahan Plaza de Espana berhasil menarik perhatian produsen film sehingga tempat ini sering juga dilibatkan dalam pengambilan gambar film-film ternama. Beberapa film seperti Lawrence of Arabia hingga Star Wars pernah syuting di tempat ini. Mengunjungi Plaza de Espana akan memberikan kesan tersendiri kepada kita karena tempat ini menyimpan berjuta keindahan yang hanya dapat dinikmati dengan berkunjung langsung ke Seville, Spanyol.
3. Golden Tower, Seville
Tower of Gold atau Torre del Oro di Seville, sebuah bangunan bersejarah di sebelah sungai Guadalquivir. Ini adalah objek wisata populer di Andalusia, Spanyol Selatan. Menara ini berubah menjadi museum Maritim. Tidak terlalu tinggi namun ketika berada di atas, pemandangannya sangat indah. Menara ini menjadi salah satu icon kota Sevilla.
Ketika berjalan kaki dari Plaza Espana ke Katedral Sevilla, kita melewati menara ini. Menaranya tidak terlalu besar dan tidak terlalu tinggi. Menurut sejarah, dahulu berlapiskan emas. Sekarang menara tersebut diubah fungsinya menjadi museum maritim. Kita bisa mampir di menara ini, dan tiketnya tidak mahal, kita bisa masuk dan melihat-lihat. Banyak peninggalan yang berhubungan dengan kelautan di tempat ini, meskipun tidak terlalu lengkap.
Menara Emas dibangun 1220–1221, atas perintah gubernur Seville Almohad, Abu l-Ulà, dengan dasar dua belas sisi. Itu menghalangi jalan ke distrik Arenal dengan bagian tembok yang menghubungkannya dengan Torre de la Plata, bagian dari tembok kota yang mempertahankan Alcazar.
Menara itu rusak parah akibat gempa Lisbon tahun 1755, dan Marquis of Monte Real mengusulkan untuk menghancurkannya untuk memperluas jalan bagi gerbong yang ditarik kuda dan meluruskan akses ke jembatan Triana; namun, orang-orang Seville keberatan dan memohon kepada raja, yang turun tangan. Pada tahun 1760, kerusakan diperbaiki, dengan perbaikan lantai bawah menara, penguatan dengan puing-puing dan mortar, dan pembuatan akses utama baru melalui lorong menuju jalan setapak di sekitar tembok. Pada tahun yang sama, badan silinder atas dibangun, karya insinyur militer Sebastian Van der Borcht, juga arsitek Pabrik Tembakau Kerajaan Seville. Karya-karya ini mengubah penampilan menara dibandingkan dengan apa yang terlihat pada ukiran dari abad keenam belas atau ketujuh belas.
Pada 13 Agustus 1992, Torre del Oro dijadikan saudara Menara Belem di Lisbon untuk merayakan Pameran Universal di Seville. Pada tahun 2008, museum menampilkan berbagai instrumen dan model navigasi kuno, serta dokumen sejarah, ukiran, dan bagan bahari, yang menghubungkan Seville dengan Sungai Guadalquivir dan laut. Menara ini kembali dipugar pada tahun 2005.
4. Istana Al Cazar de Sevilla
Tidak seperti Istana Al Hambra di Granada. Penguasa Muslim tidak menamai Istana di Sevilla ini menggunakan nama Arab melainkan menggunakan bahasa Spanyol (Al Cazar de Sevilla). Hal tersebut karena sebagian besar istana ini dibangun oleh bangsa Spanyol.
Istana ini dibangun di atas situs Romawi dan Visigoth kuno oleh Bani Umayyah. Alcazar ini kemudian dimodifikasi beberapa kali selama periode Al-Andalus, termasuk oleh Muwahhidun. Pada abad ke-13, Alfonso X melancarkan pembangunan istana pertama bergaya Gothik di atas situs Alcazar Muslim. Satu abad kemudian, setelah gempa bumi mengguncang kota Sevilla pada tahun 1356, Pedro dari Kastilia mendirikan istana dengan gaya Moor Islam. Istana ini kemudian dimodifikasi lagi oleh Karl V pada abad ke-16.
Secara umum, Istana Sevilla terdiri dua lantai. Lantai pertama kental akan peninggalan Islam dimana sebagian besar arsitekturnya bernuansa Arab dengan beberapa tambahan modern dari raja-raja Spanyol. Sedangkan lantai kedua seluruhnya dibangun oleh kerajaan Spanyol. Lantai pertama terdiri atas beberapa ruangan dengan nama-nama khusus seperti ruangan al ‘adl, ruangan as shaid, ruangan al udzra, ruangan Carlos V, ruangan sufara, ruangan Filip II, ruangan arais, ruangan muluk Andalus, ruangan muluk Katolik dan lain-lain.
Adapun ruangan yang dianggap paling penting adalah ruangan sufara. Dekorasinya pun dihias dengan begitu indah. Seperti penempatan ukiran-ukiran Arab berupa ungkapan-ungkapan, doa dan ayat Al Qur’an melingkar mengelilingi dinding-dinding maupun pintu ruangan. Sedangkan di ruangan raja dihias dengan ukiran berupa bait-bait syair. Adapun di lantai kedua, ruangan yang paling dikenal adalah ruangan raja beserta tempat ibadah raja Katolik. Meski area ini kental akan arsitektur bergaya Spanyol, tidak jarang ditemukan ukiran-ukiran berbahasa Arab sebab arsitektur Islam kala itu memang sudah sangat berkembang.
Mengenai asal usul istana ini, beberapa pakar berpendapat bahwa sebagian bangunan istana tersebut terinspirasi dari istana Al Mu’tamad bin Ibad. Hal ini dikuatkan dengan dekatnya jarak diantara keduanya. Begitu juga dengan menara Giralda yang dibangun menggunakan batu dari benteng kerajaan Ibnu Ibad.
Istana ini dikenal sebagai salah satu contoh arsitektur Andalus terbaik di Semenanjung Iberia. Lantai atas Alcázar ini masih digunakan oleh keluarga kerajaan Spanyol sebagai kediaman resmi mereka di Sevilla dan diurus oleh Patrimonio Nacional. Istana ini merupakan istana kerajaan tertua yang masih digunakan di Spanyol dan didaftarkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1987 bersama dengan Katedral Sevilla dan Arsip Umum Hindia.
Kemegahan istana bernuansa abad pertengahan ini masih kokoh bertahan sehingga menarik perhatian banyak wisatawan untuk berkunjung.
5. Santa Cruz, Seville’s Jewish Quarter
Santa Cruz adalah kawasan tua Yahudi di Seville dipenuhi dengan sejarah dan legenda, dan tetap hidup hingga hari ini seperti sebelumnya. Santa Cruz adalah labirin rumah dan alun-alun yang dibatasi oleh Real Alcazar, Jardines de Murillo, Calle Mateos Gago, dan Calle Santa Maria. Asal usul namanya dari gereja Santa Cruz yang bergaya Mudéjar yang dibangun di lokasi reruntuhan sinagoge. Gereja itu hancur selama perang Napoleon dan sebuah alun-alun dibangun di tempat itu.
Plaza Santa Cruz menggunakan lantai yang sama dengan yang ada di sinagog dan gereja. Alun-alun diperindah pada tahun 1921 ketika ‘Salib Tukang Kunci’ dipindahkan ke sini, sebuah monumen tahun 1692 yang dibangun oleh Sebastian Conde.
Di kota Ishbiliya Moor, apa yang sekarang disebut Santa Cruz tidak jauh berbeda dari bagian kota lainnya, satu-satunya faktor pengenal adalah saluran air yang membentang di sepanjang batas kota dan melewati tembok Alcazar. Kita masih dapat melihat sisa-sisa saluran air hari ini dengan nama yang tepat ‘Calle Agua (Water Street)’.
Setelah penaklukan kembali oleh Raja Kristen Ferdinand III dari Castille, pada tahun 1248, keadaan berubah. Ferdinand memusatkan populasi Yahudi ke dalam satu area kecil yang kemudian ditembok. Populasi Yahudi di Seville terbesar kedua di seluruh semenanjung Iberia setelah Toledo. Tidak diketahui apakah orang Kristen membangun tembok di sekitar kawasan Yahudi untuk mempertahankan Yahudi, atau untuk keselamatan mereka sendiri dari ancaman orang Yahudi, tetapi yang jelas bahwa ada diskriminasi di kedua sisi.
Cerita yang menjadi rahasia Santa Cruz, di Plaza Dona Elvira, sebuah gang sempit yang disebut Susona. Di sana terdapat sebuah ubin keramik yang bergambar sebuah tengkorak. Ubin ini terletak di dinding di atas sebuah jendela, dan di bawah tengkorak itu tertulis kata Susona.
Susona adalah seorang gadis Yahudi yang hidup pada abad ke-15. Diam-diam ia jatuh cinta kepada seorang pemuda Kristen, tetapi kemudian Susona mendengar bahwa keluarganya sendiri tengah merencanakan sebuah pemberontakan berdarah melawan orang-orang Kristen di kota itu. Di antara mereka yang akan dibunuh adalah kekasih Susona. Maka, Susona pun mendatangi kekasihnya dan memperingatkannya tentang rencana tersebut. Hasilnya adalah ayah Susona dihukum mati dan Susona kemudian dicampakkan kekasihnya.
Kemudian, setelah menjalani hidup yang penuh penderitaan, akhirnya ia meninggal. Ia memberikan pesan di dalam surat wasiatnya bahwa kepalanya harus dipotong dari tubuhnya dan dipertontonkan di luar rumahnya, sebagai peringatan bagi orang lain. Tengkoraknya tergantung di sana terus hingga akhir abad ke-18, dan kemudian ubin keramik dipasang di tempat yang sama menggantikan tengkorak asli.
Peristiwa yang dialami Susona adalah misteri kehidupan, siapa sangka Tuhan yang satu namun disebut berbeda oleh pengikut yang berbeda dapat memecahkan umat dan hati Susona begitu dahsyat. Tuhan menciptakan umat, lalu umat yang mengklasifikasi Tuhan dengan berbeda-beda. Sungguh sebuah misteri yang tragis, namun disayangkan hal semacam ini pun masih terjadi di berbagai belahan dunia sampai sekarang.
Perjalanan Tour Spanyol adalah kelanjutan dari Tour Maroko yang diawali dari Algeciras, kemudian dilanjutkan ke Sevilla, Cordoba, Granada, Toledo, Madrid dan berakhir di Barcelona.
ALGECIRAS
Algeciras merupakan kota yang terletak di Spanyol bagian selatan dengan penduduknya berjumlah 109.000 jiwa (2005). Kota ini mempunyai sejarah ketika pengepungan Algeciras terjadi yang dilancarkan oleh tentara Kristen di kota ini selama periode Reconquista. Pengepungan yang dilancarkan oleh Raja Alfonso X dari Kastilia merupakan kampanye militer yang dimulai oleh Kerajaan Kastilia dengan tujuan untuk mengusir Maroko dari Algeciras.
Kota Algeciras, yang disebut Al-Yazira Al-Jadra oleh orang-orang Muslim, memiliki posisi yang strategis karena Algeciras saat itu merupakan benteng dan tempat pendaratan bala bantuan dari Afrika. Kastilia yang memiliki armada kapal yang kuat di Teluk Gibraltar melemparkan jangkar di Teluk Gibraltar untuk memblokir bala bantuan. Namun, walaupun telah memiliki beberapa hari untuk melancarkan pengepungan, armada ini dihancurkan oleh laksamana Muslim Abu Yusuf Yaqub selama Pertempuran Laut Algeciras.
Dari Cape Spartel bertolak menuju Pelabuhan Tangier, kemudian menyebrangi Selat Gibraltar menuju Algeciras. Pada sisi utara adalah Spanyol dan Gibraltar, pada sisi selatan adalah Maroko dan Ceuta (sebuah eksklave Spanyol di Afrika Utara). Ada beberapa pulau kecil dalam selat ini yang diperebutkan, seperti Pulau Perejil, yang diklaim oleh Spanyol dan Maroko.
Selat Gibraltar memiliki lokasi yang sangat strategis. Kapal-kapal yang berlayar dari Atlantik ke Mediterania dan kebalikannya melewati selat ini. Pada Perang Dunia II, Britania (Inggris) mengontrol selat ini dari markas mereka. Kapal selam Jerman yang memasuki Laut Mediterania akan terjebak, karena mereka tidak bisa melewatinya kecuali dengan cara mengapung karena arus bawah laut selat terlalu kuat bagi kapal selam untuk menyelam. Selat ini memiliki kedalaman sekitar 300 meter, dan lebar sekitar 14 kilometer pada sisi tersempitnya.
Al-Quran Ungkap Laut Dua Warna di Selat Gibraltar, tapi tahukah bahwa laut di Selat Gibraltar tersebut memiliki dua warna? Dalam al-Quran, laut dua warna itu dijelaskan dalam surah ar-Rahman [55] ayat 19-22, dan al-Furqan [25] ayat 53.
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. Maka nikmat Allah yang manakah yang kamu dustakan. Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” (QS. ar-Rahman [55]: 19-22)
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (QS. al-Furqan [25]: 53)
Jangankan bagi masyarakat awam, kalangan akademisi pun takjub dibuatnya. Sebab, keberadaannya penuh dengan keajaiban. Bagaimana mungkin satu laut ditemukan dua warna yang berbeda? Tapi, itulah faktanya. Setelah dicermati dan dikaji secara saksama keterangan dari quran, para ilmuwan berhasil mengungkapkan keberadaannya, yakni di Selat Gibraltar yang menghubungkan antara Lautan Mediterania dan Samudera Atlantik serta memisahkan Spanyol dan Maroko.
Nama Gibraltar berasal dari bahasa Arab Jabal Thariq yang berarti Gunung Thariq. Nama ini merujuk pada Jenderal Muslim Thariq bin Ziyad yang menaklukkan Spanyol pada tahun 711 M.
Di Selat Gibraltar itu terdapat pertemuan dua jenis laut yang berbeda warna. Seperti ada garis pembatas yang memisahkan keduanya. Satu bagian berwarna biru agak gelap dan pada bagian lain tampak lebih terang.
Menurut penjelasan para ahli kelautan seperti William W Hay, guru besar Ilmu Bumi di Universitas Colorado, Boulder, AS dan mantan dekan Sekolah Kelautan Rosentiel dan Sains Atmosfer di Universitas Miami, Florida AS, serta Prof Dorja Rao, seorang spesialis di Geologi Kelautan dan dosen di Universitas King Abdul-Aziz, Jeddah, air laut yang terletak di Selat Gibraltar tersebut memiliki karakteristik berbeda, baik dari kadar garamnya, suhu maupun kerapatan air laut.
Dan seperti dijelaskan dalam surah al-Furqan [25] ayat 53, yang satu bagian rasanya tawar dan segar, sedangkan bagian lain rasanya asin lagi pahit. Dan antara keduanya, tak pernah saling bercampur (bersatu satu sama lain), seolah ada dinding tipis yang memisahkannya.
Hebatnya lagi, kedua laut itu dibatasi oleh dinding pemisah. Bukan dalam bentuk dinding tebal, pembatasnya adalah air laut itu sendiri. Dinding pemisah itu bergerak di antara dua lautan dan dinamakan dengan front (jabhah) yang memisahkan antara dua pasukan. Dengan adanya pemisah ini setiap lautan memelihara karakteristiknya sehingga sesuai dengan makhluk hidup (ekosistem) yang tinggal di lingkungan itu.
Pada tahun 1873 M/1283 H, para ilmuwan dari tim peneliti Inggris, dalam ekspedisi Laut Challenger, menemukan adanya perbedaan di antara sampel-sampel air laut yang diambil dari berbagai lautan. Dari situ manusia mengetahui bahwa air laut berbeda-beda kondisinya satu dengan yang lain, baik dalam hal kadar garam, temperatur, berat jenis, dan jenis biota lautnya.
Melalui ratusan ‘stasiun laut’ yang dibuat, para ilmuwan menyimpulkan bahwa perbedaan karakter tersebut mendeterminasi satu lautan dengan lainnya. Namun mereka masih mempertanyakan, mengapa tidak bisa bercampur?
Pertama kali muncul jawaban itu di lembaran buku-buku ilmiah pada tahun 1942 M/1361 H. Studi mendalam tentang karakteristik lautan menyingkap adanya lapisan-lapisan air pembatas yang memisahkan antara lautan-lautan berbeda, dan berfungsi memelihara karakteristik khas setiap lautan dalam hal kadar berat jenis, kadar garam, biota laut, suhu, dan kemampuan melarutkan oksigen.
Setelah tahun 1962, diketahui fungsi batas-batas laut tersebut dalam ‘mengolah’ aliran air laut yang menyeberang dari satu laut ke laut lain sehingga laut yang satu tidak melampaui laut lainnya. Dengan demikian lautan-lautan tersebut tidak bercampur aduk karena setiap lautan menjaga karakteristiknya masing-masing dan batas-batas wilayahnya karena adanya pembatas-pembatas tersebut. Dan karena adanya dinding pemisah dan perbedaan warna itu pula, maka hewan yang hidup di laut berwarna kebiruan dan asin, tak bisa hidup di laut yang airnya tawar. Demikian pula sebaliknya. Subhanallah.
Menara Hassan dibangun mulai tahun 1191 oleh Abu Yusuf Yaqub al-Mansur, Khalifah ketiga dari Kekhalifahan Almohad (Muwahidun). Namun tidak selesai, menara ini dimaksudkan untuk menjadi menara terbesar di dunia, dan masjid juga akan menjadi yang terbesar di dunia. Ketika al-Mansur meninggal tahun 1199, pembangunan masjid terhenti, menara dibiarkan berdiri di ketinggian 44 meter. Bagian masjid lain nya juga terbengkalai dengan beberapa dinding dan 348 kolom.
Meskipun menara dan masjid tersebut dibangun oleh Abu Yusuf Yaqub al-Mansur, monumen tersebut dikenal sebagai Menara “Hassan” atau Masjid al-Hassan. Bagaimana monumen itu diberi nama ini tidak diketahui, meskipun penggunaan nama itu dibuktikan sejak abad ke-13.
Al-Mansur telah membuat keputusan untuk membangun ibu kota kekaisaran berbenteng baru, yang disebut al-Mahdiyya atau Ribat al-Fath, di tempat yang sekarang menjadi kota Rabat, dengan tembok baru yang membentang di area yang luas di luarnya.
Yaqub al-Mansur melakukan pekerjaan lain di Rabat, terutama pembangunan tembok dan gerbang kota baru serta penambahan Kasbah Udaya. Terlepas dari semua pekerjaan dan biaya ini, ibu kota Almohad tetap berada di Marrakesh dan tidak pernah benar-benar dipindahkan ke Rabat.
Setelah kematian Yaqub al-Mansur pada tahun 1199 masjid dan ibu kota baru tetap belum selesai dan penerusnya kekurangan sumber daya dan keinginan untuk menyelesaikannya. Hampir semua bahan yang tertinggal diambil dari lokasi untuk digunakan dalam konstruksi di tempat lain. Masjid ini mengalami beberapa kerusakan pada Gempa Lisboa tahun 1755.
Pada abad ke-20, para arkeolog kolonial Prancis dan Maroko menggali situs tersebut dan dengan hati-hati merekonstruksi apa yang tersisa. Pada tahun 1960-an situs reruntuhan masjid diubah untuk mengakomodasi pembangunan Mausoleum Mohammed V. Makam dan masjid modern dirancang oleh arsitek Vietnam Cong Vo Toan dan selesai pada tahun 1971. Menara dan situs masjid diberikan Status Warisan Dunia pada tahun 2012 sebagai bagian dari situs yang lebih besar yang mencakup Rabat yang bersejarah.
Masjid ini ditempatkan secara strategis di tepi selatan sungai Bu Regreg yang tinggi untuk memberikan tontonan mengesankan yang terlihat dari jarak bermil-mil. Karena daerah sekitarnya adalah pinggiran kota pada saat pembangunan dan kekurangan penduduk untuk memenuhi masjid secara teratur, sejarawan telah dituntun untuk percaya bahwa itu dimaksudkan untuk melayani pasukan Almohad yang berkumpul di sini sebelum memulai kampanye dan bahkan mungkin untuk melayani dua kali lipat tugas sebagai tempat ibadah dan sebagai benteng.
2. Mausoleum of Muhammad V, Rabat
Mausoleum Muhammad V adalah sebuah makam kerajaan yang terletak di Rabat, ibukota Maroko. Terletak di lapangan terbuka menara Hassan dan menjorok ke muara sungai Bouregreg. Makam ini menampung makam Raja Muhammad V, mantan Sultan Sidi Mohammed ben Youssef dan putra-putranya, Pangeran Moulay Abdallah dan Raja Hassan II.
Dirancang oleh arsitek Vietnam, Eric Vo Toan, dibangun antara 1961 dan 1971, 10 tahun kerja di mana 400 pengrajin Maroko berkolaborasi. Bangunan ini ditandai dengan arsitektur Maroko klasiknya. Sejak 2012, tempat ini telah menjadi bagian dari semua situs Rabat yang terdaftar di Situs Warisan Budaya UNESCO sebagai properti budaya.
3. Kasbah Udaya, Rabat
Kasbah merupakan tempat tinggal pemimpin lokal sekaligus untuk benteng pertahanan ketika kota itu diserang. Sebuah kasbah biasanya memiliki tembok tinggi, tanpa jendela, sering dibangun di puncak bukit, sehingga lebih mudah dipertahankan. Beberapa ditempatkan di dekat pintu masuk menuju ke pelabuhan. Pembangunan kasbah merupakan simbol kesejahteraan bagi beberapa keluarga, bahkan dulu hampir semua kota memiliki kasbah masing-masing karena sangat penting bagi kota untuk bertahan hidup.
Kasbah Udaya adalah sebuah kasbah di Rabat yang terletak di mulut sungai Bou Regreg di seberang kota Salé. Kasbah Udaya dibangun pada masa Muwahhidun (1121-1269). Ketika Muwahhidun merebut Rabat dan menghancurkan kasbah Murabitun di kota tersebut, mereka mulai membangunnya kembali pada tahun 1150. Mereka menambahkan sebuah istana dan masjid dan menamainya al-Mahdiyya, dari nenek moyang mereka al-Mahdi Ibn Tumart. Setelah kematian Yaqub al-Mansur (1199), kasbah ini ditinggalkan.
Kami ikut paket Tour MAROCCO-SPAIN (11D9N) dari Tazkia Tour & Travel mulai tanggal 24 Feb 2023 s.d 7 Mar 2023. Berangkat dari Jakarta dengan pesawat Qatar Airways tanggal 24 Feb 2023 pukul 14:00 WIB, transit di Doha kemudian lanjut ke Casablanca, sampai di Casablanca tanggal 25 Feb 2023 pukul 08:00 waktu setempat. Dari Casablanca naik bis menuju Marrakech menuju titik awal tour. Kota yang disinggahi setelah Marrakech adalah Casablanca, Rabat, Tangier, dan terakhir menyeberangi selat Gibraltar dengan kapal fery ke Algeciras.
1. Menara Gardens, Marrakech
Menara Gardens atau dikenal sebagai Le Jardin de la Menara berlokasi di Ain Mezouar, tak jauh dari Masjid Koutoubia. Bangunan kuno itu makin istimewa dengan kolam luas yang dikelilingi kebun zaitun. Memasuki Le Jardin de la Menara kita bakal langsung disuguhi plaza yang mengarah kepada bangunan dengan atap berbentuk piramida berwarna hijau, seolah menara tapi rendah.
Menara Gardens dibangun pada abad ke-16 oleh Dinasti Saady, kemudian direnovasi oleh Sultan Abdurrahman sebagai rumah tinggal di musim panas. Taman besar ini, yang dulu merupakan tempat peristirahatan kerajaan, kini menjadi tempat favorit bagi penduduk setempat yang ingin menikmati kedamaian dan ketenangan. Sebagian besar area ini dipenuhi dengan kebun zaitun, tetapi bagi pengunjung, daya tarik utama dan alasan untuk datang ke sini adalah kolam pantulan besar dengan paviliun yang bagus. Ada peluang foto luar biasa di sini dari kolam dengan Pegunungan Atlas tercermin dalam airnya, pada hari yang cerah.
2. Museum Dar El Bacha, Marrakech
Dar El Bacha Marrakech adalah landmark ikonik di kota Marrakech, Maroko, merupakan istana indah yang telah berdiri sejak abad ke-18 dan merupakan simbol kekayaan sejarah dan budaya kota.
Dar El Bacha awalnya adalah kediaman megah yang dibangun pada tahun 1910 dan pernah menjadi rumah bagi Thami El Glaoui, yang ditunjuk sebagai Pasha of Marrakech oleh Sultan Moulay Youssef pada tahun 1912. Pada tahun 2017, bangunan tersebut direnovasi oleh NFM dan diubah menjadi museum yang berfungsi sebagai contoh utama arsitektur tradisional Maroko. Ini terlihat dari air mancur, salon tradisional, dan halaman yang dipenuhi pohon jeruk.
Bangunan ini adalah contoh klasik riad, terdiri atas sebuah taman yang dikelilingi oleh enam ruangan di keempat sisinya. Tata letak riad simetris, terutama mengenai sumbu lorong tengah. Dar El Bacha juga terdiri atas beberapa bangunan tambahan, seperti hammam tradisional, douiria yang merupakan ruang yang disediakan untuk pegawai istana, perpustakaan, dan area “harem” pribadi yang disediakan untuk keluarga Pasha.
Dekorasi seluruh kediaman sangat halus. Zelliges dan langit-langit kayu berukir menjadi saksi kerumitan dan kecanggihan pola dekoratif yang ditemukan di Maroko. Pasokan air dan sistem drainase, serta sistem pemanas hammam, menampilkan kecerdikan keahlian Maroko.
Dar El Bacha adalah lokasi megah dengan arsitektur dan ornamen indah yang telah dikunjungi oleh tokoh-tokoh terkemuka seperti Winston Churchill, Franklin D. Roosevelt, dan baru-baru ini, Meryl Streep dan Owen Wilson, antara lain.
Museum di Dar El Bacha membanggakan koleksi besar artefak primitif dan antik yang disusun oleh Patti Birch, seorang filantropis Amerika. Selain itu, museum ini juga menampung berbagai donasi yang telah ditawarkan dengan murah hati kepada NFM oleh para kolektor yang menyukai kerajinan dan warisan Maroko, serta kota Marrakech.
Arsitektur Dar El Bacha Marrakech benar-benar unik. Istana ini terdiri atas beberapa bangunan yang dihubungkan oleh rangkaian halaman dan taman. Dindingnya dihiasi dengan mozaik yang rumit dan ubin berwarna-warni, yang membuat istana ini tampak semarak dan menarik. Istana ini juga memiliki beberapa kubah dan menara yang menambah kemegahannya. Istana ini juga memiliki beberapa balkon dan teras yang menawarkan pemandangan kota yang menakjubkan.
Dar El Bacha Marrakech juga menjadi simbol penting bagi masyarakat Marrakech. Ini adalah pengingat akan sejarah dan budaya kota yang kaya, dan berfungsi sebagai pengingat akan penguasa kota di masa lalu. Istana ini juga merupakan tujuan wisata yang populer, karena menawarkan pengunjung sekilas ke masa lalu kota. Istana ini juga merupakan rumah bagi beberapa galeri seni dan museum, yang menampilkan budaya dan sejarah kota yang unik.
3. Masjid Koutoubia, Marrakech
Koutoubia Mosque minaret at medina quarter of Marrakesh.
Masjid Koutoubia dibangun pada abad 12 oleh dinasti Almohad (Muwahidun). Masjid ini adalah masjid terbesar di kota Marrakesh, Maroko dan memiliki menara yang juga merupakan menara tertinggi di Marrakesh, yaitu sekitar 70 m. Hukum setempat membatasi segala pembangunan yang melampaui tinggi menara tersebut, sehingga menara tersebut tetap menjadi puncak tertinggi di kota Marrakesh.
Masjid ini memiliki nama yang beragam seperti Jami’ al-Kutubiyah, Kutubiya Mosque, Kutubiyyin Mosque, dan Mosque of the Booksellers. Nama-nama ini diambil karena dahulu abad ke-12 sampai 13 area di sekitar masjid banyak penjual buku atau naskah sehingga nama ‘kitab’ melekat pada nama Masjid Koutoubia.
Keistimewaan masjid terletak pada menara yang berdiri indah dan menakjubkan, selain itu menara yang memiliki tinggi 77meter ini hanya dapat dimasuki oleh umat Islam saja. Di puncak menara terdapat hiasan berbentuk bola yang terbuat dari emas asli. Pada awalnya hanya terdapat tiga bola, lalu bola keempat didonasikan oleh istri Yacoub el-Mansour karena beliau gagal untuk berpuasa pada bulan Ramadan.
Menara yang megah dan menguasai langit-langit kota tua ini adalah perpaduan dari bata, semen dan batu. Masjid ini juga dikelilingi oleh taman yang luas dan indah, menjelang maghrib tempat ini selalu dipadati oleh wisatawan dan warga setempat sambil menanti adzan maghrib dikumandangkan. Sebuah pemandangan indah terlihat tatkala matahari tenggelam dan senja mulai tergantikan oleh malam, menara Masjid Koutoubia ini menjadi pemandangan yang menarik karena warna warni lampunya yang spektakuler.
4. Jeema’ el Fna, Marrakech
Kami menikmati makan malam di sebuah restoran dengan view point ke lokasi Jeema’ el Fna yang hiruk pikuk.
Proclamation Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity diterapkan UNESCO sejak tahun 2001 untuk meningkatkan kesadaran masyarakat lokal dan melestarikan warisan tradisi non-bendawi di daerah masing-masing. Perwujudan warisan tersebut dinamakan Karya Agung yang sekarang sudah mencapai 90 Karya Agung dari 70 negara.
Bahasa, sastra, musik, tari, permainan, olahraga, tradisi kuliner, ritual, mitologi, ilmu sehubungan dengan jagat raya, teknik tradisional pembuatan kerajinan tangan adalah beberapa contoh warisan non-bendawi dimaksud. Warisan ini dipandang sebagai himpunan keragaman budaya, dan ekspresi kreativitas, serta aturan sejak dahulu kala.
Posisinya yang rentan terhadap kekuatan globalisasi, transformasi sosial, dan intoleransi, menyebabkan UNESCO mendorong komunitas-komunitas untuk mengenali, mendokumentasi, melindungi, memasarkan, dan merevitalisasi peninggalan-peninggalan kebiasaan dimaksud.
Ide proyek ini berasal dari keprihatinan orang-orang terhadap Alun-alun Jeema’ el Fna di Marrakesh, Maroko. Alun-alun Jeema’ el Fna dikenal sebagai pusat kegiatan tradisional yang diramaikan oleh pencerita, pemusik, dan artis pertunjukan, namun terancam oleh tekanan-tekanan pembangunan ekonomi. Dalam usaha melindungi tradisi-tradisi mereka, penduduk setempat meminta tindakan dari tingkat internasional untuk mengakui pentingnya perlindungan untuk tempat-tempat seperti Jeema’ el Fna, mereka sebut sebagai ruang budaya serta bentuk-bentuk ekspresi budaya tradisional dan populer lainnya. Istilah “Karya Agung Budaya Lisan dan Non-Bendawi Warisan Manusia” yang dipakai UNESCO bertujuan meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya warisan budaya lisan dan non-bendawi sebagai suatu unsur hakiki dari keberagaman budaya.
Tontonan di Djemaa el Fna berulang setiap hari, dan setiap hari selalu berbeda. Segala sesuatunya berubah, suara, bunyi, gerak, dan publik yang melihat, mendengar, mengindera, merasa, dan menyentuh. Tradisi lisan dibingkai oleh sesuatu yang lebih luas, sesuatu yang kita sebut non-bendawi. Alun-alun Jeema’ el Fna sebagai ruang fisik, menyimpan tradisi non-bendawi dan lisan yang kaya.
Jeema’ el Fna, sebuah area dimana jantung kota Marrakesh berdetak, kota berwarna merah yang merupakan salah satu kota bersejarah yang berjarak 400 km dari ibu kota Rabat. Tempat ini merupakan salah satu destinasi yang menjadi incaran para wisatawan asing, khususnya dari Eropa.
Di tengah alun-alun banyak penjual barang kerajinan, perempuan pembuat Tattoo Hena, penjual air dengan pakaian tradisional, pemain akrobat, pemain suling dengan ular kobra. Selain itu ada juga kereta kuda yang bisa disewa berkeliling. Jika ingin berkunjung ke tempat ini sebaiknya di sore hari, karena menjelang malam alun-alun ini akan semakin ramai. Hati-hati di tempat ini sangat banyak copet. Jika ingin membeli barang harus benar- benar ditawar. Kalau ingin berfoto atau memotret pemusik tradisional, penjual air dengan pakaian tradisonal harus sediakan uang karena mereka akan minta bayaran.