Spanyol, Toledo Mar 2023

Kota Tiga Budaya dan Warisan Peradaban Islam di Eropa

Toledo adalah salah satu kota tua yang ada di Andalusia (Spanyol) yang jaraknya kurang lebih 75 Km dari ibu kota Spanyol saat ini, Madrid. Dalam bahasa arab kota ini disebut dengan Thulaithalah, dan menurut para ahli sejarah Toledo dibangun pada masa Yunani Kuno, kemudian bangsa Romawi berhasil menguasainya pada tahun 190 SM. Pada masa Romawi, Toledo sudah menjadi pusat perdagangan dan pemerintahan salah satu provinsi kekuasaan Romawi, yaitu Tarraconensis.

Toledo terletak  di perbukitan di atas dataran La Mancha, dan dikelilingi sungai Tajo sebagai benteng alam. pada saat dikuasai Romawi, Toledo menjadi lokasi strategis rute dari Emeriti di barat daya menuju  Caesar Agusta yang terletak di timur laut (Zaragoza modern). Toledo juga pernah menjadi ibu kota kerajaan Visigoth pada abad ke 6 M.

Pasukan Islam berhasil menguasai Toledo setahun setelah Islam berhasil masuk ke Semenanjung Liberia (Andalusia), yaitu pada tahun 712 M. Setelah berhasil menaklukan Toledo, pemerintahan Islam di Andalusia yaitu Dinasti Umayyah II yang berpusat di Cordoba memberikan perhatian khusus terhadap Toledo yang letaknya berada di tengah Spanyol.

Di masa pemerintahan Islam, Toledo dikenal sebagai kota yang mempunyai tingkat toleransi kehidupan yang tinggi. Dimana pada waktu itu, Islam, Yahudi dan Kristen hidup berdampingan dengan sangat harmonis. Keharmonisan itu dibuktikan dengan dibolehkannya agama-agama selain islam untuk mendirikan tempat ibadah mereka. Dan pasca di kuasai Islam, masyarakat Toledo yang sebelumnya hidup tidak teratur dan selalu berpindah-pindah dan tidak mengenal Tuhan berubah menjadi masyarakat yang madani, yaitu masyarakat yang berperadaban tinggi.

Peradaban tinggi yang terjadi pada masyarakat Toledo ini, dibuktikan dengan lahirnya banyak ilmuwan, buku-buku pengetahuan, universitas, tata kota yang teratur, keamanan dan lain sebagainya. Dalam catatan sejarah, Toledo berada dibawah kekuasaan Islam kurang lebih selama 373 tahun. Selama 373 tahun ini lah, peradaban Islam berkembang pesat di Toledo dengan ditandai banyaknya penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan. Bahkan Toledo juga menjadi pusat keilmuwan pada waktu itu, selain Cordoba, Granada dan Sevilla.

Selama kurun waktu 373 tahun, berbagai bidang ilmu pengetahuan berkembang di Toledo. Mulai dari ilmu agama, sastra, seni, astronomi sampai dengan bidang ilmu teknik. Ulama-ulama besar dalam bidang agama banyak yang muncul dari Toledo saat itu, sebut saja Abu Utsman Said bin Abu Hind, Sulaiman bin Masrur, Ibnu al-Qisyari, Yahya bin Tsabit al-Fihri, Muhammad bin Waddah, Ibnu Mas’ud al-Tulaithali dan masih banyak lainnya.

Selain itu, Toledo juga melahirkan banyak ilmuwan dalam bidang sains. Salah satu ilmuwan besar yang lahir dari peradaban Islam di Toledo adalah al-Zarqali, yang merupakan ahli matematika dan astronomi pada zamannya. Di barat, al-Zarqali dikenal dengan sebutan Arzachel dan di dunia Islam lebih dikenal dengan nama al-Zarqalluh atau al-Zarqallah. Dengan kontribusinya dalam pengembangan astronomi modern yang sangat tak ternilai.

Selain al-Zarqali, Toledo juga banyak melahirkan ilmuwan-lmuwan besar dalam bidang sains. Seperti al-Waqidi dan al-Tugibi yang ahli di bidang matematika, Ibnu al-Attar yang ahli dalam bidang ilmu ukur, dan Ibnu Hamis yang juga menguasai ilmu astronomi, serta Muhammad Ibnu al-Saffar yang berhasil menciptakan Astrolabe (alat navigasi/alat untuk mengamati posisi bintang-bintang zaman dulu) pada tahun 1029 M.

Sebelum jatuh dan dikuasai oleh pemerintahan Kristen, pimpinan Raja castile Alfonso VI pada tahun 1085 M. Peradaban Islam telah memberikan sumbangsih yang sangat berharga terhadap Toledo, yaitu melalui keharmonisan kehidupan tiga agama samawi (Islam, Yahudi, Kristen). Dimana setelah Toledo dikuasai oleh pasukan Kristen, nilai-nilai toleransi itu sempat pudar.

Beberapa peninggalan peradaban Islam di Toledo adalah Moorish bridge yang merupakan sebuah jempatan kuno yang dibangun pada abad ke 10 M, pada masa kejayaan Islam.  Selain itu ada juga Toledo Cathedral yang dulunya adalah masjid  yang bernama Al-Damagin, yang dibangun pada abad ke 10 M, dan berubah menjadi Cathedral setelah Toledo dikuasai oleh pasukan Kristen. Tak jauh dari Toledo Cathedral, ada juga masjid yang menjadi bukti bahwa Islam pernah berkuasa yaitu Mezquita Del Cristo de Lalus yang bernama asli Mezquita Bab al-Mardo, yang dibangun pada tahun 999 M.

Sentuhan peradaban Islam menjadikan Toledo menjadi kota yang penuh keindahan, berbudaya dan penuh dengan ilmu pengetahuan. Dan pada tahun 1986 M, Toledo ditetapkan sebagai salah satu situs warisan dunia oleh UNESCO. Lantaran kota ini dinilai memiliki warisan budaya dan sejarah yang tak ternilai. Selain itu, Toledo juga mempunyai sebutan kota yang tidak pernah berubah.

(disadur dari tulisan Nur Hasan, Alumnus Islamic Studies, International University of Africa, Sudan. Penulis buku Ulama’: Pengembaraan dan Pikiran yang Jernih)

Mosque Cristo de La luz

La mezquita de Bab al-Mardum o Cristo de la Luz

Masjid Cristo de la Luz adalah masjid di Toledo yang sekarang menjadi kapel Katolik. Masjid Cristo de la Luz adalah salah satu dari sepuluh yang ada di kota selama periode Moor. Bangunan itu kemudian dikenal sebagai Mezquita Bab-al-Mardum, namanya diambil dari gerbang kota Bab al-Mardum yang terletak di dekat Puerta del Sol, di daerah kota yang dulu disebut Medina tempat tinggal Muslim dulu.

Dibangun pada tahun 999 di Toledo, bangunan ini langka karena kondisinya masih sama seperti saat pertama kali dibangun. Pelindung aslinya adalah Ahmad bin Hadidi, Prasasti Arab di Kufi pada bangunan tersebut menyatakan bahwa Musa Ibn Ali yang membangunnya. Prasasti yang ditulis dengan batu bata dalam aksara Kufi di eksterior barat daya mengungkapkan rincian dasar masjid ini “Bismillah Ahmad ibn Hadidi mendirikan masjid ini menggunakan uangnya sendiri untuk meminta hadiah surga dari Allah dan selesai dengan bantuan Allah di bawah arahan Musa ibn Ali, arsitek dan Sa’ada, dan berakhir pada Muharram pada 390”.

Legenda mengatakan bahwa Raja Alfonso VI tiba di Toledo setelah kemenangannya merebut kota pada tahun 1085 ketika kudanya jatuh di depan kapel ini. Lilin terus menyala di celah-celah dinding batu selama pemerintahan Muslim dan ketika Raja menjelajahi lebih jauh tempat itu, dia menemukan sebuah salib. Salib dipindahkan ke Museum Santa Cruz yang terletak di kota yang sama. Konon misa pertama setelah kemenangan Raja di Toledo diadakan di sini.

Pada tahun 1186, Alfonso VIII memberikan bangunan tersebut kepada Ksatria Ordo St John, yang mendirikannya sebagai Kapel Salib Suci (Ermita de la Santa Cruz). Pada saat itulah masjid diganti namanya dan kubah ditambahkan. Bangunan itu adalah struktur persegi kecil, berukuran kira-kira 8m × 8m, dengan kubah setengah lingkaran kemudian ditambahkan di sisi timur. Sebagian besar dibangun dari batu bata dan batu. Empat kolom yang ditutup dengan huruf kapital menopang lengkungan tapal kuda yang membagi interior menjadi sembilan kompartemen.

Teknik konstruksi merupakan cerminan dari tradisi bangunan lokal serta pengaruh dari kekhalifahan di Córdoba. Pengaruh kekhalifahan dapat dilihat pada tembok bata di eksterior bangunan yang mirip dengan yang terlihat di Katedral Masjid Córdoba. Awalnya tembok timur adalah bentangan bata yang tidak terputus dan berfungsi sebagai dinding kiblat masjid. Juga terletak di sepanjang sisi ini akan menjadi mihrab yang digunakan untuk beribadah. Bekas mihrab terdiri atas ceruk di dalam bagian persegi yang sedikit lebih besar dari sembilan ruang masjid lainnya.

Tiga eksterior lainnya diartikulasikan oleh arcade tiga teluk. Semuanya serupa, tetapi masing-masing dalam dekorasinya. Tembok barat yang berfungsi sebagai pintu masuk utama memiliki keunikan dalam artikulasi arcade. Eksterior ini memiliki lengkungan tapal kuda, dan versi yang lebih lebar dari lengkungan tapal kuda. Lengkungan bata memberikan dekorasi untuk eksterior yang dipengaruhi oleh arsitektur di Córdoba.

Di tahun-tahun berikutnya, kubah setengah lingkaran bergaya Mudéjar ditambahkan. Dalam proses penambahan dinding kiblat dan mihrab hilang. Penggunaan gaya Mudéjar memberikan transisi yang mulus dari struktur aslinya ke kubah, karena tambahannya menggunakan gaya dekorasi dan bahan yang sama seperti aslinya. Kelanjutan motif lengkung merupakan penghubung penting antara dua bagian bangunan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *