Masjidilaqsa artinya masjid terjauh, adalah nama sebuah kompleks seluas 144.000 meter persegi yang berada di Kota Lama Yerusalem. Kompleks ini menjadi tempat yang disucikan oleh umat Islam, Yahudi, dan Kristen.
Nabi Muhammad diangkat ke Sidratulmuntaha dalam peristiwa Isra Mikraj dari tempat ini yang diperkirakan tahun 621M, lalu masjidilaqsa menjadi kiblat umat Islam generasi awal selama 17 bulan. Tahun 622M nabi hijrah ke Madinah, tahun 623M kiblat dipindahkan dari Masjidilaqsa ke Ka’bah di Masjidilharam.
Naskah-naskah abad pertengahan, cenderung menempatkan Masjidilaqsa sebagai tempat suci ketiga bagi umat Islam. Sebagai contoh, kitab Sahih Bukhari mengutip Abu Hurairah dari Nabi Muhammad SAW, yang mengatakan, “Janganlah perjalanan itu memberatkan (kamu) kecuali ke tiga masjid yaitu Masjid Al-Haram, Masjid Rasulullah saw., dan Masjid Al-Aqsa.”
Mengutip Britannica, bagi Yahudi, Al-Aqsa adalah sesuatu yang penting karena di sana lah tempat keberadaan kuil-kuil Yahudi yang tercantum di kitab sucinya. Di bagian Barat, terdapat tembok ratapan yang memiliki tingkat kesucian tinggi. Ini disebabkan karena tembok itu dipercaya sebagai sisa-sisa Kuil Kedua Yahudi yang dihancurkan Romawi pada tahun 70 Masehi.
Menurut kepercayaan umat Kristen, Bait Suci kedua merupakan tempat beberapa peristiwa penting dalam kehidupan. Setelah penghancuran Bait Suci pada tahun 70 M, umat Kristen memandang bahwa peristiwa ini sebagai bentuk hukuman Ilahi kepada umat Yahudi. Bukit Bait Suci kehilangan arti pentingnya untuk ibadah Kristen dan menganggapnya sebagai penggenapan nubuat Yesus dan kemenangan umat Kristen atas bangsa Yahudi.
Pada masa Dinasti Umayah, para khalifah memerintahkan berbagai pembangunan di kompleks Masjidilaqsa yang kemudian menghasilkan berbagai bangunan yang masih bertahan hingga saat ini, di antaranya adalah Jami’ Al-Aqsa (Qibli) dan Kubah Shakhrah (Dome of The Rock). Kubah Shakhrah sendiri diselesaikan pada tahun 692 M, menjadikannya sebagai salah satu bangunan Islam tertua di dunia.
Saat kemenangan umat Kristen pada Perang Salib Pertama pada tahun 1099, pengelolaan Masjidilaqsa lepas dari tangan umat Islam. Jami’ Al-Aqsha diubah menjadi istana dan dinamakan Templum Solomonis atau Kuil Sulaiman, sedangkan Kubah Shakhrah diubah menjadi gereja dan dinamakan Templum Domini atau Kuil Tuhan. Masjidilaqsa menjadi salah satu lambang penting di Yerusalem dan gambar Kubah Batu tercetak dalam koin yang dikeluarkan oleh Kerajaan Kristen Yerusalem.
Tahun 1187, Shalahuddin Al-Ayyubi menaklukkan Yerusalem dan Masjidilaqsa dikembalikan fungsinya seperti semula. Setelah itu, umat Islam mengelola Masjidilaqsa tanpa gangguan sampai era Otoman.
Pada masa pemerintahan Kesultanan Usmaniah kira-kira abad ke-16 sampai awal 1918, kompleks tersebut dinamai Al-Haram Asy-Syarif, sedangkan nama Masjidilaqsa menjadi hanya mengerucut kepada Jami’ Al-Aqsa. Al-Haram Asy Syarif sendiri secara harfiah berarti tanah suci yang mulia, ini menurut sejarawan Oleg Grabar.
Bagaimana administrasi pengelolaan masjidil aqsa saat ini?. Setelah memenangkan Perang Enam Hari tahun 1967, Israel mengambil alih dari Kementerian Wakaf Yordania dan menyerahkan kekuasaan masjid dan Bukit Bait Suci kepada lembaga wakaf Islam yang mandiri bentukan pemerintah Israel, sehingga Angkatan Pertahanan Israel diperbolehkan ber patroli dan melakukan pencarian di wilayah masjid.
Setelah pembakaran tahun 1969, lembaga wakaf tersebut mempekerjakan arsitek, teknisi, dan perajin dalam sebuah komite untuk melakukan perawatan. Untuk mengimbangi berbagai kebijakan Israel, gerakan Islam bekerja sama dengan lembaga wakaf telah berusaha untuk meningkatkan kendali Muslim di dalam lingkungan Masjidilaqsa. Beberapa kegiatannya termasuk memperbarui dan merenovasi kembali bangunan-bangunan yang terbengkalai.
Saat ini, imam utama dan pengurus Masjidilaqsa adalah Muhammad Ahmad Hussein. Ia diangkat menjadi Mufti Besar Yerusalem pada tahun 2006 oleh Presiden Palestina Mahmud Abbas. Imam-imam lainnya termasuk Syekh Yusuf Abu Sneina, Mufti Palestina sebelumnya Syaikh Ikrimah Sa’id Sabri, serta mantan Imam Al-Aqsa Syekh Muhammad Abu Shusha yang sekarang tinggal di Amman, Yordania.
Kepemilikan Masjidilaqsa merupakan salah satu isu dalam konflik Israel-Palestina. Israel mengklaim kekuasaan atas masjid tersebut dan juga seluruh Bukit Bait Suci, tetapi Palestina memegang perwalian secara tak resmi melalui lembaga wakaf. Selama perundingan di Pertemuan Camp David 2000, Palestina meminta kepemilikan penuh masjid ini serta situs-situs suci Islam lainnya yang berada di Yerusalem Timur.
Semua warga negara Israel yang muslim diperbolehkan untuk masuk dan beribadah di Masjidilaqsa, namun pada waktu-waktu tertentu menetapkan pembatasan ketat akses masuk ke masjid bagi orang Yahudi, muslim warga Israel dan Muslim Palestina atau pembatasan berdasarkan usia, seperti usia di atas 40 tahun dan telah menikah, alasan Israel untuk mengurangi risiko keamanan.
Para ketua rabi Israel sejak tahun 1967, telah memutuskan bahwa orang Yahudi tidak boleh berjalan di Bukit Bait Suci karena terdapat kemungkinan mereka menginjak Kodesh Hakodashim, yaitu lokasi yang dianggap tersuci oleh orang Yahudi. Pembatasan dari pemerintah Israel hanya melarang dilakukannya doa Yahudi di Bukit Bait Suci, tetapi tetap mengizinkan orang Yahudi maupun non muslim lainnya untuk berkunjung pada jam dan hari tertentu.
Beberapa rabbi dan para pemimpin zionis telah mengajukan tuntutan agar orang-orang Yahudi diperbolehkan untuk berdoa di tempat itu pada hari-hari raya Yahudi. Meskipun Mahkamah Agung Israel telah mendukung hak berdoa perorangan (bukan secara berkelompok), tetapi dalam praktiknya polisi Israel melarang orang Yahudi untuk berdoa “secara terang-terangan dalam bentuk apapun juga di Bukit Bait Suci.
Tempat Shalat (Masjid/Mushalla) di Masjid al-Aqsha
Keseluruhan tempat yang berada di dalam pagar masjid dinamakan masjid Al-Aqsha, walaupun tempat tersebut tidak beratap. Karena tidak semua kawasan masjid Al-Aqsha itu beratap. Setiap orang yang shalat di sudut-sudut masjid Al-Aqsha tetap mendapatkan pahala lebih banyak dibanding tempat lain.
Di dalam masjid Al-Aqsha terdapat beberapa tempat shalat yang beratap. Berikut gambar dan posisi tempat tersebut:
1. Masjid Al-Qibli
Masjid Al-Qibli atau disebut dengan Al-Jami’ Al-Qibli. Orang mengenalnya dengan sebutan masjid al-Aqsha, padahal sebutan itu tidak tepat karena ia merupakan salah satu bagian dari masjid al-Aqsha yang terdiri dari tanah dan bangunan. Berada di sebelah selatan masjid al-Aqsha (arah kiblat). Karena posisinya arah kiblat, maka dinamakan dengan Al-Qibli. Masjid al-Qibli didirikan oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah dan disempurnakan pada masa anaknya Al-Walid bin Abdul Malik antara tahun 86-96 H./705-714 M. Ketika dibangun pertama kali, masjid ini mempunyai 15 ruwak (lorong), kemudian diperbaharui setelah terjadi gempa pada masa dinasti Fathimiyah oleh Az-Zahir li I‘zazi Dinillah menjadi 7 ruwak, seperti sekarang ini.
Sejarah awalnya, ketika Khalifah Umar bin Khathab datang ke al-Quds untuk membebaskan Baitul Maqdis tahun 15 H./636 M. beliau bertanya kepada Ka’bu Al-Ahbar tentang tempat yang baik untuk mendirikan tempat shalat? Ka’bu Al-Ahbar menjawab: Menghadap ke ash-Shakhrah, sehingga dapat menghimpun kiblat Nabi Musa dan Nabi Muhammad. Tapi Umar menolak usul ini dan lebih memilih tempat yang sekarang dibangun masjid Al-Qibli. Kemudian Umar membangun masjid yang dikenal dengan Jami’ Umar (Masjid Umar).
Bahan bangunan masjid terdiri dari kayu dan batang pohon sebagaimana Masjid Nabawi dahulu. Ketika itu dapat menampung 1000 jama’ah. Kemudian diperbaharui dan diperluas oleh Khalifah Mu’awiyah bin Sufyan sehingga dapat menampung 3000 jama’ah. Ketika tentara salib menguasai al-Quds, mereka membagi masjid al-Qibli menjadi tiga bagian: Pertama, dijadikan sebagai kantor komando pimpinan tentara salib. Kedua, masjid al-Qibli dijadikan tempat tinggal pasukan berkuda dan ketiga, dijadikan gereja. Ketika Shalahuddin Al-Ayyubi membebaskan al-Quds pada tahun 583 H./1187 M., beliau mengembalikan fungsi masjid al-Qibli sebagaimana sebelumnya.
Masjid al-Qibli sering direnovasi pada beberapa masa pemerintahan Islam, diantaranya pada masa Mameluk, masa Utsmami dan ketika awal penjajahan Inggris atas tanah Palestina. Terdiri dari satu ruwak besar di tengah dan tiga ruwak masing-masing di sisi kanan dan kirinya. Masjid al-Qibli memiliki satu kubah besar yang terbuat dari kayu di sisi dalamnya dan dilapisi timah di sisi luarnya, dengan tinggi 17 meter. Panjang masjid ini mencapai 80 meter dan lebarnya 55 meter. Luasnya mencapai 4000 meter persegi. Di dalamnya terdapat 11 pintu masuk dan pada saat ini dapat menampung 5500 jama’ah.
2. Masjid Kubah ash-Shakhrah
Masjid Kubah ash-Shakhrah adalah salah satu situs bangunan Islam terkenal di dunia. Dibangun oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86 H./685-705 M.). Pembangunannya dimulai pada tahun 66 H./685 M. selesai pada tahun 72 H./691 M. Pembangunan ini dikepalai oleh dua orang arsitek pada masa tersebut: Roja’ bin Hiwah al-Kanadi, seorang tabi’in yang berasal dari kota Bisan-Palestina dan Yazid bin Salam, anak asuh Abdul Malik bin Marwan, seorang arsitek bangunan dari tanah al-Quds.
Bangunan persegi delapan ini di antara bangunan yang paling bagus. Berada di tengah-tengah jantung masjid al-Aqsha. Di tengah bangunan ini terdapat ash-Shakhrah al-Musyarrafah (batu yang dimuliakan). Posisi ash-Shakhrah berada di ketinggian 1,5 meter dari tanah dan bentuknya tidak beraturan.
3. Mushalla Al-Marwani
Mushalla Al-Marwani: Berada di sebelah tenggara masjid al-Aqsha. Dibangun pada masa Umawiyah dengan tujuan agar halaman sisi selatan dan utara masjid al-Aqsha sama rata. Oleh karenanya, dulu bangunan ini dikenal dengan nama “Taswiyah Syarqiyah” (Pemerataan Tanah Bagian Timur). Bangunan besar ini mempunyai luas lebih dari 4000 m². Mushalla ini terdiri dari 16 ruwak (lorong). Ini merupakan tempat shalat beratap terbesar yang ada di masjid al-Aqsha.
Tentara salib menjadikan mushalla ini sebagai kandang kuda hingga Shalahuddin membebaskannya. Ketika Shalahuddin membebaskannya, beliau mengembalikan peran bangunan ini ke aslinya, yaitu sebagai tempat pemerataan antara sisi utara dan selatan masjid al-Aqsha dan sebagai tempat penyimpanan (gudang) hingga zionis menjajah kawasan masjid al-Aqsha.
4. Masjid Al-Aqsha Al-Qadim
Masjid Al-Aqsha Al-Qadim: Biasa disebut masjid Al-Qadim. Merupakan bangunan kuno tepat di sebelah selatan masjid al-Aqsha dan di bawah masjid Al-Qibli.
Masjid ini dibangun pada masa Umawiyah, terdiri dari dua ruwak (lorong). Lorong ini mengarah ke pintu Al-Muzdawij, pintu di selatan masjid al-Aqsha yang sudah ditutup. Dari pintu Al-Muzdawij ini bisa langsung ke istana Umawiyah di selatan masjid.
Tujuan pembangunan masjid Al-Qadim adalah untuk meratakan sisi selatan halaman al-Aqsha agar sama rata dengan sisi utara. Selama berabad-abad, masjid Al-Qadim tidak terurus dan banyak debu serta batu hingga dibuka kembali pada tahun 1420 H./1999 M oleh Yayasan al-Aqsha untuk pembangunan kota suci. Masjid ini dapat menampung 1000 jama’ah shalat di dalamnya.
5. Masjid Al-Buraq
Masjid Al-Buraq: Masjid ini terletak di barat daya masjid al-Aqsha dan berada di bawah pintu Al-Magharibah. Untuk memasukinya melalui tangga turun dari ruwak gharbi (lorong barat). Terdapat 38 anak tangga menuju ke bawah. Masjid ini terbuka pada hari Jum’at untuk ziarah. Dinamakan Al-Buraq, karena tempat tersebut diyakini adalah tempat Nabi Muhammad meletakkan kendaraannya Buraq pada malam isra’ dan mi’raj. Di dalamnya terdapat ‘halqah’ (lingkaran besi) Utsmaniyah, yang disebutkan disinilah letak Nabi mengikatkan kendaraannya pada malam tersebut.
Di sisi barat masjid, dulunya terdapat pintu yang dinamakan pintu Al-Buraq. Pintu ini sudah ditutup setelah masa Umawiyah. Pintu ini bisa langsung mengakses ke halaman buraq yang berada di luar masjid al-Aqsha.
6. Masjid Al-Magharibah
Masjid Al-Magharibah: Berada di sudut barat daya masjid al-Aqsha atau sebelah selatan dinding Al-Buraq. Masjid ini mempunyai dua pintu: sebelah utara (sekarang tertutup) dan sebelah timur (terbuka). Masjid ini dibangun oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi pada tahun 590 H./1193 M. ketika itu dipakai sebagai tempat shalat mazhab Imam Malik. Saat ini, masjid Al-Magharibah dipakai sebagai ruangan utama museum Islam. Museum ini difungsikan sejak tahun 1929 M., yang merupakan perpindahan dari Rabat pada masa al-Manshury ke masjid ini.
7. Masjid An-Nisa’
Masjid An-Nisa’: Berada di dalam masjid al-Aqsha. Merupakan bangunan besar di sisi barat masjid Al-Qibli, terbentang hingga dinding barat masjid al-Aqsha. Ada yang mengatakan, dibangun pada masa tentara salib menguasai masjid al-Aqsha untuk dijadikan gereja di dalam masjid. Kemudian datang Shalahuddin dan membersihkan tempat tersebut serta menjadikannya tempat shalat untuk perempuan.
Saat ini masjid An-Nisa’ dibagi menjadi tiga bagian: pertama, untuk tambahan bangunan museum yang berada di paling barat masjid, kedua untuk perpustakaan umum yang berada di tengah, dan ketiga untuk gudang (menempel di dinding masjid Al-Qibli).
Al-Mawazin adalah delapan gerbang yang berdiri mandiri yang berdiri mengelilingi Kubah Batu. Setiap gerbang terdiri dari dua sampai empat lengkungan.
Museum Islam
Museum Islam berdiri di dekat Masjid Al-Qibli, tempat ini menjadi ruang pertemuan untuk Madrasah Fakhruddin Muhammad, madrasah yang didirikan pada masa Al-Mansur Qalawun, Sultan Mamluk Mesir, pada 1282 M. Tempat ini kemudian dijadikan museum pada 1923.
Beberapa benda yang dipamerkan di museum ini adalah cerek sup tembaga besar yang pernah digunakan di Haseki Sultan Imaret, dapur umum untuk kaum papa yang didirikan Hürrem Sultan, permaisuri dari Suleiman Al-Qanuni, Sultan Usmani. Di sini juga ditampilkan meriam penanda waktu berbuka puasa Ramadan, beberapa koleksi senjata, dan sisa-sisa mimbar yang dibangun Nururuddin Zangi sekitar tahun 1170 dan dihancurkan oleh wisatawan Australia pada 1969, dan pakaian berlumuran darah milik 17 orang Palestina yang tewas pada kerusuhan Al-Aqsa tahun 1990. Museum ini juga menampilkan enam ratus salinan Al-Qur’an yang disumbangkan kepada Masjidilaqsa pada masa pemerintahan Umayah, Abbasiah, Fatimiah, Mamluk, dan Usmani.
Air Mancur Qayt Bay
Air mancur Qayt Bay adalah air mancur umum yang terletak di Masjidilaqsa bagian barat, lima puluh meter sebelah barat Kubah Shakhrah. Air mancur ini dibangun pada tahun 1455 atas perintah Al-Ashraf Saifuddin Enal, Sultan Mesir, dan dibangun ulang oleh penerusnya, Sultan Qayt Bay.
Air Mancur Qasim Pasya
Air mancur Qasim Pasya dikenal dengan Air Mancur Jeruk Pahit, adalah air mancur tempat wudu dan minum yang terletak di pelataran barat Masjidilaqsa di Kota Lama Yerusalem. Bangunan ini terletak di depan Gerbang Silsilah. Yerusalem Usmaniah, pada tahun 1527 dan menjadi bangunan umum pertama di kompleks Masjidilaqsa pada masa pemerintahan Turki Usmani.