Setelah melewati kota Yericho, kami melanjutkan perjalanan menuju Makam Nabi Musa. Makam Nabi Musa terletak pada 11 Km selatan Yerikho dan 20 Km timur Yerusalem. Kami memasuki kawasan ini siang hari. Kawasan yang terdiri pebukitan batu berwarna merah. Tak banyak bangunan berdiri selain Masjid dan makam Musa. Di luar ada beberapa pedagang yang menjajakan souvenir dan kudapan kecil.
Turun dari bus kami terus memasuki komplek Masjid Nabi Musa. Di dinding depan jelas tertulis Masjid dan Makam Musa. Ini masih kawasan Palestina. Masjid ini ada dua tingkat (tidak termasuk basement). Komplek ini mencakup area seluas 5.000 meter persegi.
Kami disambut petugas penjaga masjid dengan sangat ramah dan langsung membawa kami ke bagian makam, bahkan membukakan kunci pintu makam dan mempersilahkan kami untuk masuk untuk berdoa di dalamnya. Diantara kami ada yang berdoa, ada juga yang mengambil foto.
Masjid Musa ini memiliki lima pintu masuk yang semuanya terbuka ke dalam kompleks. Pintu masuk utama adalah portal barat yang terletak di sisi selatan dinding barat. Kompleks ini dibangun dari batu pasir yang hanya bagian atasnya yang dipotong persegi. Masjid dan makam Nabi Musa, berada di permukaan tanah. terletak di dekat kubah di barat laut. Makamnya berbentuk persegi berukuran 5,5 m. Bagian tengah maqam lebih kecil dari sisinya, berukuran panjang 4,7 m, lebar 1,6 m, dan tinggi 1,7 m.
Dibangun dari batu yang rapi, dan menghadap ke arah barat-timur. Sedangkan petinya terbuat dari kayu dan ditutupi oleh kain kiswa hijau. Bagian atas makam berbentuk kubah setengah lingkaran yang puncaknya berbentuk empat lengkungan runcing. Makam itu dilindungan pagar besi yang kokoh.
Para ulama ada yang berbeda pendapat tentang lokasi makam Nabi Musa. Tapi dari riwayat yang ada maka lokasi ini tempat yang paling mendekati dimana Musa dikebumikan. Nabi Muhammad sesungguhnya tau dimana makam Nabi Musa. Tapi Nabi Muhammad sengaja merahasiakannya karena bila mereka tahu kuatir Yahudi akan membongkarnya. Setelah Nabi Muhammad, yang mengetahui dimana makam itu adalah para sahabat.
Seperti dikisahkan dalam Alquran, Nabi Musa AS beserta kaumnya terpaksa hidup terkatung-katung di padang Tiih dalam penantian selama 40 tahun lantaran kaumnya tidak berani memasuki tanah Palestina. Padahal Nabi Allah ini telah berhasil membebaskan kaumnya dari kekejaman Firaun sekaligus memimpin mereka keluar dari negeri Mesir.
Dalam kondisi inilah kemudian Musa wafat dan kaumnya memakamkan beliau di sekitar tempat tersebut. Makam itu kini terletak 11 km di sebelah selatan Jericho atau 20 km di timur Yerusalem dan menjadi bagian dari wilayah Yordania. Hingga wafatnya, Musa tidak berkesampaian untuk sampai ke Aqsho.
Beda dengan pendapat umat Kristen, makam Nabi Musa (Moses) justru berada di Gunung Nebo, 817 m, 40 km dari Amman, Jordania. Lokasi tersebut tertulis dalam kitab Taurat. Dari gunung itu kita dapat melihat Laut Mati, Hebron, Ramallah, Jericho.
Kompleks masjid dan pemakaman Nabi Musa AS yang kami kunjungi, menurut catatan sejarah dibangun pada masa Dinasti Mamalik (Mamluk) pada tahun 1269 M. Sedangkan, penentuan lokasi makam sudah ada sejak Dinasti Ayubiah. Konon, makam Nabi Musa AS itu dibangun berdasarkan mimpinya Sultan Salahuddin Al Ayyubi. Dan juga berdasarkan kriteria yang terdapat dalam sebuah hadis: ”Seandainya aku di sana, maka sungguh akan aku perlihatkan kepada kalian kuburan Nabi Musa, di sebelah jalan, di bukit gundukan pasir berwarna merah. (HR Bukhari dan Muslim).
Kapan Nabi Musa AS wafat? Ada catatan sejarah yang menyebutkan bahwa Nabi Musa AS wafat diperkirakan pada 1407 SM. Kitab Qishashul Anbiya karya Ibnu Katsir menyebut, Nabi Musa AS wafat dalam usia 120 tahun.
Kitab itu juga menceritakan bagaimana Nabi Musa AS wafat: Wahab bin Munabbih menyebutkan, bahwa suatu ketika Nabi Musa AS berjalan melewati para malaikat yang sedang menggali makam yang sangat indah dan megah, yang belum pernah dilihat oleh Nabi Musa AS. Lalu Nabi Musa AS bertanya: ”Wahai para malaikat Allah, kalian menggali makam ini untuk siapa?” Mereka menjawab: ”(makam ini) untuk seorang hamba di antara hamba-hamba Allah yang mulia. Jika engkau ingin menjadi hamba tersebut, masuklah ke liang lahat ini, berbaringlah di dalamnya, dan hadapkanlah dirimu kepada Tuhanmu. Bernapaslah engkau dengan perlahan,”. Nabi Musa AS melakukan hal itu, dan beliau pun wafat. Selanjutnya, para malaikat mensalatinya dan mengebumikannya di liang lahat itu.
Kami diajak berkeliling melihat bangunan dari Komplek Makam Musa itu. Selain menjadi bagian dari Masjid kami melihat sesungguhnya komplek itu adalah markasnya pejuang Palestina. Kami menemukan indikasi anak-anak muda yang kekar dan bertumbuh tinggi. Di tangannya menggenggam tasbih. Itu adalah ciri-ciri pejuang Palestina yang juga menjaga kawasan Komplek Makam Musa itu.
Masjidilaqsa artinya masjid terjauh, adalah nama sebuah kompleks seluas 144.000 meter persegi yang berada di Kota Lama Yerusalem. Kompleks ini menjadi tempat yang disucikan oleh umat Islam, Yahudi, dan Kristen.
Nabi Muhammad diangkat ke Sidratulmuntaha dalam peristiwa Isra Mikraj dari tempat ini yang diperkirakan tahun 621M, lalu masjidilaqsa menjadi kiblat umat Islam generasi awal selama 17 bulan. Tahun 622M nabi hijrah ke Madinah, tahun 623M kiblat dipindahkan dari Masjidilaqsa ke Ka’bah di Masjidilharam.
Naskah-naskah abad pertengahan, cenderung menempatkan Masjidilaqsa sebagai tempat suci ketiga bagi umat Islam. Sebagai contoh, kitab Sahih Bukhari mengutip Abu Hurairah dari Nabi Muhammad SAW, yang mengatakan, “Janganlah perjalanan itu memberatkan (kamu) kecuali ke tiga masjid yaitu Masjid Al-Haram, Masjid Rasulullah saw., dan Masjid Al-Aqsa.”
Mengutip Britannica, bagi Yahudi, Al-Aqsa adalah sesuatu yang penting karena di sana lah tempat keberadaan kuil-kuil Yahudi yang tercantum di kitab sucinya. Di bagian Barat, terdapat tembok ratapan yang memiliki tingkat kesucian tinggi. Ini disebabkan karena tembok itu dipercaya sebagai sisa-sisa Kuil Kedua Yahudi yang dihancurkan Romawi pada tahun 70 Masehi.
Menurut kepercayaan umat Kristen, Bait Suci kedua merupakan tempat beberapa peristiwa penting dalam kehidupan. Setelah penghancuran Bait Suci pada tahun 70 M, umat Kristen memandang bahwa peristiwa ini sebagai bentuk hukuman Ilahi kepada umat Yahudi. Bukit Bait Suci kehilangan arti pentingnya untuk ibadah Kristen dan menganggapnya sebagai penggenapan nubuat Yesus dan kemenangan umat Kristen atas bangsa Yahudi.
Pada masa Dinasti Umayah, para khalifah memerintahkan berbagai pembangunan di kompleks Masjidilaqsa yang kemudian menghasilkan berbagai bangunan yang masih bertahan hingga saat ini, di antaranya adalah Jami’ Al-Aqsa (Qibli) dan Kubah Shakhrah (Dome of The Rock). Kubah Shakhrah sendiri diselesaikan pada tahun 692 M, menjadikannya sebagai salah satu bangunan Islam tertua di dunia.
Saat kemenangan umat Kristen pada Perang Salib Pertama pada tahun 1099, pengelolaan Masjidilaqsa lepas dari tangan umat Islam. Jami’ Al-Aqsha diubah menjadi istana dan dinamakan Templum Solomonis atau Kuil Sulaiman, sedangkan Kubah Shakhrah diubah menjadi gereja dan dinamakan Templum Domini atau Kuil Tuhan. Masjidilaqsa menjadi salah satu lambang penting di Yerusalem dan gambar Kubah Batu tercetak dalam koin yang dikeluarkan oleh Kerajaan Kristen Yerusalem.
Tahun 1187, Shalahuddin Al-Ayyubi menaklukkan Yerusalem dan Masjidilaqsa dikembalikan fungsinya seperti semula. Setelah itu, umat Islam mengelola Masjidilaqsa tanpa gangguan sampai era Otoman.
Pada masa pemerintahan Kesultanan Usmaniah kira-kira abad ke-16 sampai awal 1918, kompleks tersebut dinamai Al-Haram Asy-Syarif, sedangkan nama Masjidilaqsa menjadi hanya mengerucut kepada Jami’ Al-Aqsa. Al-Haram Asy Syarif sendiri secara harfiah berarti tanah suci yang mulia, ini menurut sejarawan Oleg Grabar.
Bagaimana administrasi pengelolaan masjidil aqsa saat ini?. Setelah memenangkan Perang Enam Hari tahun 1967, Israel mengambil alih dari Kementerian Wakaf Yordania dan menyerahkan kekuasaan masjid dan Bukit Bait Suci kepada lembaga wakaf Islam yang mandiri bentukan pemerintah Israel, sehingga Angkatan Pertahanan Israel diperbolehkan ber patroli dan melakukan pencarian di wilayah masjid.
Setelah pembakaran tahun 1969, lembaga wakaf tersebut mempekerjakan arsitek, teknisi, dan perajin dalam sebuah komite untuk melakukan perawatan. Untuk mengimbangi berbagai kebijakan Israel, gerakan Islam bekerja sama dengan lembaga wakaf telah berusaha untuk meningkatkan kendali Muslim di dalam lingkungan Masjidilaqsa. Beberapa kegiatannya termasuk memperbarui dan merenovasi kembali bangunan-bangunan yang terbengkalai.
Saat ini, imam utama dan pengurus Masjidilaqsa adalah Muhammad Ahmad Hussein. Ia diangkat menjadi Mufti Besar Yerusalem pada tahun 2006 oleh Presiden PalestinaMahmud Abbas. Imam-imam lainnya termasuk Syekh Yusuf Abu Sneina, Mufti Palestina sebelumnya Syaikh Ikrimah Sa’id Sabri, serta mantan Imam Al-Aqsa Syekh Muhammad Abu Shusha yang sekarang tinggal di Amman, Yordania.
Kepemilikan Masjidilaqsa merupakan salah satu isu dalam konflik Israel-Palestina. Israel mengklaim kekuasaan atas masjid tersebut dan juga seluruh Bukit Bait Suci, tetapi Palestina memegang perwalian secara tak resmi melalui lembaga wakaf. Selama perundingan di Pertemuan Camp David 2000, Palestina meminta kepemilikan penuh masjid ini serta situs-situs suci Islam lainnya yang berada di Yerusalem Timur.
Semua warga negara Israel yang muslim diperbolehkan untuk masuk dan beribadah di Masjidilaqsa, namun pada waktu-waktu tertentu menetapkan pembatasan ketat akses masuk ke masjid bagi orang Yahudi, muslim warga Israel dan MuslimPalestina atau pembatasan berdasarkan usia, seperti usia di atas 40 tahun dan telah menikah, alasan Israel untuk mengurangi risiko keamanan.
Para ketua rabi Israel sejak tahun 1967, telah memutuskan bahwa orang Yahudi tidak boleh berjalan di Bukit Bait Suci karena terdapat kemungkinan mereka menginjak Kodesh Hakodashim, yaitu lokasi yang dianggap tersuci oleh orang Yahudi. Pembatasan dari pemerintah Israel hanya melarang dilakukannya doa Yahudi di Bukit Bait Suci, tetapi tetap mengizinkan orang Yahudi maupun non muslim lainnya untuk berkunjung pada jam dan hari tertentu.
Beberapa rabbi dan para pemimpin zionis telah mengajukan tuntutan agar orang-orang Yahudi diperbolehkan untuk berdoa di tempat itu pada hari-hari raya Yahudi. Meskipun Mahkamah Agung Israel telah mendukung hak berdoa perorangan (bukan secara berkelompok), tetapi dalam praktiknya polisi Israel melarang orang Yahudi untuk berdoa “secara terang-terangan dalam bentuk apapun juga di Bukit Bait Suci.
Tempat Shalat (Masjid/Mushalla) di Masjid al-Aqsha
Keseluruhan tempat yang berada di dalam pagar masjid dinamakan masjid Al-Aqsha, walaupun tempat tersebut tidak beratap. Karena tidak semua kawasan masjid Al-Aqsha itu beratap. Setiap orang yang shalat di sudut-sudut masjid Al-Aqsha tetap mendapatkan pahala lebih banyak dibanding tempat lain.
Di dalam masjid Al-Aqsha terdapat beberapa tempat shalat yang beratap. Berikut gambar dan posisi tempat tersebut:
1. Masjid Al-Qibli
Masjid Al-Qibli atau disebut dengan Al-Jami’ Al-Qibli. Orang mengenalnya dengan sebutan masjid al-Aqsha, padahal sebutan itu tidak tepat karena ia merupakan salah satu bagian dari masjid al-Aqsha yang terdiri dari tanah dan bangunan. Berada di sebelah selatan masjid al-Aqsha (arah kiblat). Karena posisinya arah kiblat, maka dinamakan dengan Al-Qibli. Masjid al-Qibli didirikan oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah dan disempurnakan pada masa anaknya Al-Walid bin Abdul Malik antara tahun 86-96 H./705-714 M. Ketika dibangun pertama kali, masjid ini mempunyai 15 ruwak (lorong), kemudian diperbaharui setelah terjadi gempa pada masa dinasti Fathimiyah oleh Az-Zahir li I‘zazi Dinillah menjadi 7 ruwak, seperti sekarang ini.
Sejarah awalnya, ketika Khalifah Umar bin Khathab datang ke al-Quds untuk membebaskan Baitul Maqdis tahun 15 H./636 M. beliau bertanya kepada Ka’bu Al-Ahbar tentang tempat yang baik untuk mendirikan tempat shalat? Ka’bu Al-Ahbar menjawab: Menghadap ke ash-Shakhrah, sehingga dapat menghimpun kiblat Nabi Musa dan Nabi Muhammad. Tapi Umar menolak usul ini dan lebih memilih tempat yang sekarang dibangun masjid Al-Qibli. Kemudian Umar membangun masjid yang dikenal dengan Jami’ Umar (Masjid Umar).
Bahan bangunan masjid terdiri dari kayu dan batang pohon sebagaimana Masjid Nabawi dahulu. Ketika itu dapat menampung 1000 jama’ah. Kemudian diperbaharui dan diperluas oleh Khalifah Mu’awiyah bin Sufyan sehingga dapat menampung 3000 jama’ah. Ketika tentara salib menguasai al-Quds, mereka membagi masjid al-Qibli menjadi tiga bagian: Pertama, dijadikan sebagai kantor komando pimpinan tentara salib. Kedua, masjid al-Qibli dijadikan tempat tinggal pasukan berkuda dan ketiga, dijadikan gereja. Ketika Shalahuddin Al-Ayyubi membebaskan al-Quds pada tahun 583 H./1187 M., beliau mengembalikan fungsi masjid al-Qibli sebagaimana sebelumnya.
Masjid al-Qibli sering direnovasi pada beberapa masa pemerintahan Islam, diantaranya pada masa Mameluk, masa Utsmami dan ketika awal penjajahan Inggris atas tanah Palestina. Terdiri dari satu ruwak besar di tengah dan tiga ruwak masing-masing di sisi kanan dan kirinya. Masjid al-Qibli memiliki satu kubah besar yang terbuat dari kayu di sisi dalamnya dan dilapisi timah di sisi luarnya, dengan tinggi 17 meter. Panjang masjid ini mencapai 80 meter dan lebarnya 55 meter. Luasnya mencapai 4000 meter persegi. Di dalamnya terdapat 11 pintu masuk dan pada saat ini dapat menampung 5500 jama’ah.
2. Masjid Kubah ash-Shakhrah
Masjid Kubah ash-Shakhrah adalah salah satu situs bangunan Islam terkenal di dunia. Dibangun oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86 H./685-705 M.). Pembangunannya dimulai pada tahun 66 H./685 M. selesai pada tahun 72 H./691 M. Pembangunan ini dikepalai oleh dua orang arsitek pada masa tersebut: Roja’ bin Hiwah al-Kanadi, seorang tabi’in yang berasal dari kota Bisan-Palestina dan Yazid bin Salam, anak asuh Abdul Malik bin Marwan, seorang arsitek bangunan dari tanah al-Quds.
Bangunan persegi delapan ini di antara bangunan yang paling bagus. Berada di tengah-tengah jantung masjid al-Aqsha. Di tengah bangunan ini terdapat ash-Shakhrah al-Musyarrafah (batu yang dimuliakan). Posisi ash-Shakhrah berada di ketinggian 1,5 meter dari tanah dan bentuknya tidak beraturan.
3. Mushalla Al-Marwani
Mushalla Al-Marwani: Berada di sebelah tenggara masjid al-Aqsha. Dibangun pada masa Umawiyah dengan tujuan agar halaman sisi selatan dan utara masjid al-Aqsha sama rata. Oleh karenanya, dulu bangunan ini dikenal dengan nama “Taswiyah Syarqiyah” (Pemerataan Tanah Bagian Timur). Bangunan besar ini mempunyai luas lebih dari 4000 m². Mushalla ini terdiri dari 16 ruwak (lorong). Ini merupakan tempat shalat beratap terbesar yang ada di masjid al-Aqsha.
Tentara salib menjadikan mushalla ini sebagai kandang kuda hingga Shalahuddin membebaskannya. Ketika Shalahuddin membebaskannya, beliau mengembalikan peran bangunan ini ke aslinya, yaitu sebagai tempat pemerataan antara sisi utara dan selatan masjid al-Aqsha dan sebagai tempat penyimpanan (gudang) hingga zionis menjajah kawasan masjid al-Aqsha.
4. Masjid Al-Aqsha Al-Qadim
Masjid Al-Aqsha Al-Qadim: Biasa disebut masjid Al-Qadim. Merupakan bangunan kuno tepat di sebelah selatan masjid al-Aqsha dan di bawah masjid Al-Qibli.
Masjid ini dibangun pada masa Umawiyah, terdiri dari dua ruwak (lorong). Lorong ini mengarah ke pintu Al-Muzdawij, pintu di selatan masjid al-Aqsha yang sudah ditutup. Dari pintu Al-Muzdawij ini bisa langsung ke istana Umawiyah di selatan masjid.
Tujuan pembangunan masjid Al-Qadim adalah untuk meratakan sisi selatan halaman al-Aqsha agar sama rata dengan sisi utara. Selama berabad-abad, masjid Al-Qadim tidak terurus dan banyak debu serta batu hingga dibuka kembali pada tahun 1420 H./1999 M oleh Yayasan al-Aqsha untuk pembangunan kota suci. Masjid ini dapat menampung 1000 jama’ah shalat di dalamnya.
5. Masjid Al-Buraq
Masjid Al-Buraq: Masjid ini terletak di barat daya masjid al-Aqsha dan berada di bawah pintu Al-Magharibah. Untuk memasukinya melalui tangga turun dari ruwak gharbi (lorong barat). Terdapat 38 anak tangga menuju ke bawah. Masjid ini terbuka pada hari Jum’at untuk ziarah. Dinamakan Al-Buraq, karena tempat tersebut diyakini adalah tempat Nabi Muhammad meletakkan kendaraannya Buraq pada malam isra’ dan mi’raj. Di dalamnya terdapat ‘halqah’ (lingkaran besi) Utsmaniyah, yang disebutkan disinilah letak Nabi mengikatkan kendaraannya pada malam tersebut.
Di sisi barat masjid, dulunya terdapat pintu yang dinamakan pintu Al-Buraq. Pintu ini sudah ditutup setelah masa Umawiyah. Pintu ini bisa langsung mengakses ke halaman buraq yang berada di luar masjid al-Aqsha.
6. Masjid Al-Magharibah
Masjid Al-Magharibah: Berada di sudut barat daya masjid al-Aqsha atau sebelah selatan dinding Al-Buraq. Masjid ini mempunyai dua pintu: sebelah utara (sekarang tertutup) dan sebelah timur (terbuka). Masjid ini dibangun oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi pada tahun 590 H./1193 M. ketika itu dipakai sebagai tempat shalat mazhab Imam Malik. Saat ini, masjid Al-Magharibah dipakai sebagai ruangan utama museum Islam. Museum ini difungsikan sejak tahun 1929 M., yang merupakan perpindahan dari Rabat pada masa al-Manshury ke masjid ini.
7. Masjid An-Nisa’
Masjid An-Nisa’: Berada di dalam masjid al-Aqsha. Merupakan bangunan besar di sisi barat masjid Al-Qibli, terbentang hingga dinding barat masjid al-Aqsha. Ada yang mengatakan, dibangun pada masa tentara salib menguasai masjid al-Aqsha untuk dijadikan gereja di dalam masjid. Kemudian datang Shalahuddin dan membersihkan tempat tersebut serta menjadikannya tempat shalat untuk perempuan.
Saat ini masjid An-Nisa’ dibagi menjadi tiga bagian: pertama, untuk tambahan bangunan museum yang berada di paling barat masjid, kedua untuk perpustakaan umum yang berada di tengah, dan ketiga untuk gudang (menempel di dinding masjid Al-Qibli).
Al-Mawazin
Al-Mawazin adalah delapan gerbang yang berdiri mandiri yang berdiri mengelilingi Kubah Batu. Setiap gerbang terdiri dari dua sampai empat lengkungan.
Museum Islam
Museum Islam berdiri di dekat Masjid Al-Qibli, tempat ini menjadi ruang pertemuan untuk Madrasah Fakhruddin Muhammad, madrasah yang didirikan pada masa Al-Mansur Qalawun, Sultan Mamluk Mesir, pada 1282 M. Tempat ini kemudian dijadikan museum pada 1923.
Beberapa benda yang dipamerkan di museum ini adalah cerek sup tembaga besar yang pernah digunakan di Haseki Sultan Imaret, dapur umum untuk kaum papa yang didirikan Hürrem Sultan, permaisuri dari Suleiman Al-Qanuni, Sultan Usmani. Di sini juga ditampilkan meriam penanda waktu berbuka puasa Ramadan, beberapa koleksi senjata, dan sisa-sisa mimbar yang dibangun Nururuddin Zangi sekitar tahun 1170 dan dihancurkan oleh wisatawan Australia pada 1969, dan pakaian berlumuran darah milik 17 orang Palestina yang tewas pada kerusuhan Al-Aqsa tahun 1990. Museum ini juga menampilkan enam ratus salinan Al-Qur’an yang disumbangkan kepada Masjidilaqsa pada masa pemerintahan Umayah, Abbasiah, Fatimiah, Mamluk, dan Usmani.
Air Mancur Qayt Bay
Air mancur Qayt Bay adalah air mancur umum yang terletak di Masjidilaqsa bagian barat, lima puluh meter sebelah barat Kubah Shakhrah. Air mancur ini dibangun pada tahun 1455 atas perintah Al-Ashraf Saifuddin Enal, Sultan Mesir, dan dibangun ulang oleh penerusnya, Sultan Qayt Bay.
Air Mancur Qasim Pasya
Air mancur Qasim Pasya dikenal dengan Air Mancur Jeruk Pahit, adalah air mancur tempat wudu dan minum yang terletak di pelataran barat Masjidilaqsa di Kota Lama Yerusalem. Bangunan ini terletak di depan Gerbang Silsilah. Yerusalem Usmaniah, pada tahun 1527 dan menjadi bangunan umum pertama di kompleks Masjidilaqsa pada masa pemerintahan Turki Usmani.
Tembok Ratapan adalah tembok bagian barat Masjidilaqsa yang dipandang suci karena bagian yang tersisa dari tembok kuno yang merupakan bagian dari Bait Suci kedua.
Tembok Ratapan diyakini umat Yahudi sebagai ‘telinga Tuhan’. Mereka percaya, bahwa di Tembok Ratapan bersemayam ilahiah, atau yang mereka sebut dengan Shekhinah.
Umat Islam menganggap, bahwa tembok ratapan itu adalah tempat dimana Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (SAW) melakukan perjalanan Mi’raj, dari Mekkah (Masjidil Haram) ke Yerussalem (Masjidil Aqsa), lalu menuju surga.
Tembok Ratapan didirikan oleh Raja Israel, Herodes. Tembok Ratapan dianggap penting dan suci karena terdiri dari sisa-sisa dinding Bait Suci di Yerusalem. Bait Suci tersebut hancur setelah orang-orang Yahudi memberontak ke Kerajaan Romawi pada 70 Masehi.
Sebenarnya, tembok ini memiliki panjang mencapai 485 meter, tetapi setelah hancur hanya tersisa 60 meter. Sejarah pendirian Tembok Ratapan diawali dengan pemindahan Tabut Perjanjian berisi 10 Perintah Tuhan yang dibawa oleh Musa, sosok utama dalam agama Yahudi.
Tabut Perjanjian berisi 10 Perintah Tuhan ini diturunkan kepada Musa dalam bentuk narasi keagamaan. Narasi keagamaan tersebut kemudian kerap dipindahkan di beberapa tempat yang diyakini suci.
Oleh karena itu, Raja Israel, Daud (1002-970 SM), merasa perlu untuk membangun sebuah bait sebagai tempat menyimpan Tabut Perjanjian tersebut.
Akan tetapi, bukan Daud yang membangun sebuah kuil atau bait tersebut, melainkan putranya, Salomo. Pembangunan bait itu selesai pada 957 SM.
Bait suci pertama ini difungsikan sebagai tempat penyimpanan Tabut Perjanjian dan tempat perkumpulan seluruh rakyat Israel. Sayangnya, bait ini mengalami kehancuran setelah Raja Nebukadnezar II dari Kerajaan Babilonia menyerang Yerusalem pada 587 SM.
Pada masa pemerintahan Raja Herodes (74 SM), bait kedua kembali dibangun yang kemudian disebut sebagai cikal-bakal terbentuknya Tembok Ratapan. Bait kedua yang didirikan oleh Raja Herodes tidak lagi digunakan sebagai tempat penyimpanan Tabut Perjanjian, melainkan sebagai pusat peribadahan Yahudi beserta tradisi-tradisinya.
Sekitar tahun 66 Masehi, banyak penduduk Yahudi mulai melakukan aksi pemberontakan terhadap Kekaisaran Romawi yang sudah lama menduduki mereka. Disusul empat tahun kemudian, pada 70 M, Legiun Romawi (tentara Romawi) di bawah pimpinan Kaisar Titus merebut Kota Yerusalem.
Mereka menghancurkan banyak bangunan di sana, salah satunya Bait Suci Kedua. Adapun yang tersisa dari Bait Suci Kedua adalah bangunan dari Tembok Barat yang juga disebut sebagai Tembok Ratapan.
Karena Tembok Ratapan masih merupakan bagian dari Bait Suci Kedua, orang-orang Yahudi juga sangat menghormati tembok tersebut. Tembok itu bahkan dijadikan sebagai tempat berdoa.
Banyak dijumpai orang-orang Yahudi yang berdoa di sana. Terkadang, mereka juga memasukkan sebuah gulungan kertas berisi doa di celah-celah batu tembok tersebut. Bangunan itu disebut sebagai Tembok Ratapan karena pada tembok inilah kaum Yahudi berdoa dan meratapi peristiwa penghancurkan Bait Suci Kedua.
Pada tahun 2000, Paus Yohanes Paulus II menjadi Paus pertama yang berdoa di Tembok Ratapan. Paus juga meminta maaf akibat penganiayaan Katolik terhadap Yahudi selama berabad‑abad.
Orang yang tidak dapat berdoa langsung di tembok dapat mengirimkan doa atau menggunakan Kaddish, sebuah doa khusus untuk orang Yahudi. Doa yang dikirim tersebut ditulis dalam sebuah kertas dan diselipkan di celah‑celah dinding yang disebut sebagai kvitelach.
Tembok Ratapan dapat dikunjungi setiap saat sepanjang hari. Pengunjung biasanya digeledah secara menyeluruh untuk tujuan keamanan. Perempuan dari agama apapun, untuk menghormati hukum Yahudi, harus mengenakan pakaian yang sopan.
Ada pintu masuk terpisah untuk pria dan wanita, meskipun mereka dapat berkumpul kembali di dalam tembok.
Laut Mati (atau Laut Asin) adalah danau yang membujur di daerah antara Israel, Palestina, dan Yordania. Posisi 417,5 meter di bawah permukaan laut, merupakan titik terendah di permukaan Bumi.
Secara geologi laut mati terbentuk tiga juta tahun yang lalu ketika timbul retakan kecil pada lembah sungai Yordan (Jordan Rift Valley) di mana air laut masuk dan terkumpul, iklim kering dan evaporasi tinggi meningkatkan konsentrasi mineral dalam air. Garam, kapur, dan gipsum terdapat pada sepanjang retakan ini dan membentuk danau dengan kandungan garam tertinggi.
Danau ini dinamakan laut mati karena tidak ada bentuk kehidupan yang dapat bertahan dalam air garam ini. Laut mati memiliki kandungan garam tertinggi dari seluruh laut di dunia. Kadar garamnya sekitar 32 % dibandingkan terhadap kadar garam rata-rata 3% laut pada umumnya.
Sejak dahulu, material yang terdapat dalam laut mati diketahui mempunyai efek untuk mempercantik kulit. Dengan mengoleskan lumpur ini ke tubuh, mineral yang terkandung di dalamnya terbukti dapat memperbaiki kulit, melancarkan sirkulasi darah dan dapat membantu kesehatan. Hal ini sudah lama diketahui oleh Raja Salomo, Cleopatra dan Herodes Agung sehingga mereka mendatangi Laut Mati untuk memperoleh efek tersebut.
Dalam bahasa Ibrani, Laut Mati adalah “Yam ha-Melaḥ”, berarti “laut garam” atau “Laut Asin”. Istilah ini pula yang paling banyak digunakan dalam bagian Perjanjian Lama di Alkitab Kristen dalam bahasa Indonesia, sejak kitab pertama dalam Taurat yaitu Kitab Kejadian (Kejadian 14:3), kemudian Kitab Bilangan (Bilangan 34:3, 12), Kitab Ulangan (Ulangan 3:17), Kitab Yosua (Yosua 3:16; 12:3; 15:2, 5; 18:19), Kitab 2 Tawarikh (2 Tawarikh 20:2), sampai zaman Pembuangan ke Babel (abad ke-6 SM), yaitu Kitab Yehezkiel (Yehezkiel 47:8).
Danau Laut Mati terdiri atas cekungan utara dengan titik terdalam 725m di bawah permukaan laut dan cekungan selatan yang lebih dangkal dan mengalami kekeringan. Danau ini terbentuk akibat aktivitas pergeseran lempeng tektonik yang juga membentuk Lembah Celah Besar beberapa juta tahun lalu. Awalnya danau ini bagian dari danau yang lebih besar yang terhubung hingga Danau Galilea. Namun, aliran air ke laut menguap sekitar 18.000 tahun lalu sehingga meninggalkan cekungan di gurun yang menjadi titik terendah di bumi sekitar 1300 kaki (400m) di bawah permukaan laut. Sejak saat itu, Laut Mati mempertahankan keseimbangan siklus alami: danau ini mendapat aliran air tawar dari sungai dan aliran air dari pegunungan di sekelilingnya; lalu air tersebut mengalami proses evaporasi atau menguap ke udara.
Hingga sekitar 1950an, siklus alami Laut Mati berjalan stabil, aliran air tawar setara dengan laju evaporasi. Namun, pada tahun 1960an, pemerintah Israel membangun sistem pengairan yang mengalihkan aliran air dari hulu Sungai Yordan ke pipa-pipa di seluruh negeri. Pada 1970an, Yordania dan Suriah juga mengalihkan aliran Sungai Yarmouk, anak sungai utama di hilir Sungai Yordan. Sejak 1979 Laut Mati terus-menerus mengalami penurunan debit air hingga ketinggian air terus menyusut. Ketinggian air rata-rata mengalami penurunan sekitar 3 kaki (1m) per tahun. Panjang Laut Mati juga menurun drastis. Pada 1950 panjangnya mencapai 50 mil. Pada 2005 panjangnya menjadi 30 mil.