Tembok Ratapan adalah tembok bagian barat Masjidilaqsa yang dipandang suci karena bagian yang tersisa dari tembok kuno yang merupakan bagian dari Bait Suci kedua.
Tembok Ratapan diyakini umat Yahudi sebagai ‘telinga Tuhan’. Mereka percaya, bahwa di Tembok Ratapan bersemayam ilahiah, atau yang mereka sebut dengan Shekhinah.
Umat Islam menganggap, bahwa tembok ratapan itu adalah tempat dimana Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (SAW) melakukan perjalanan Mi’raj, dari Mekkah (Masjidil Haram) ke Yerussalem (Masjidil Aqsa), lalu menuju surga.
Tembok Ratapan didirikan oleh Raja Israel, Herodes. Tembok Ratapan dianggap penting dan suci karena terdiri dari sisa-sisa dinding Bait Suci di Yerusalem. Bait Suci tersebut hancur setelah orang-orang Yahudi memberontak ke Kerajaan Romawi pada 70 Masehi.
Sebenarnya, tembok ini memiliki panjang mencapai 485 meter, tetapi setelah hancur hanya tersisa 60 meter. Sejarah pendirian Tembok Ratapan diawali dengan pemindahan Tabut Perjanjian berisi 10 Perintah Tuhan yang dibawa oleh Musa, sosok utama dalam agama Yahudi.
Tabut Perjanjian berisi 10 Perintah Tuhan ini diturunkan kepada Musa dalam bentuk narasi keagamaan. Narasi keagamaan tersebut kemudian kerap dipindahkan di beberapa tempat yang diyakini suci.
Oleh karena itu, Raja Israel, Daud (1002-970 SM), merasa perlu untuk membangun sebuah bait sebagai tempat menyimpan Tabut Perjanjian tersebut.
Akan tetapi, bukan Daud yang membangun sebuah kuil atau bait tersebut, melainkan putranya, Salomo. Pembangunan bait itu selesai pada 957 SM.
Bait suci pertama ini difungsikan sebagai tempat penyimpanan Tabut Perjanjian dan tempat perkumpulan seluruh rakyat Israel. Sayangnya, bait ini mengalami kehancuran setelah Raja Nebukadnezar II dari Kerajaan Babilonia menyerang Yerusalem pada 587 SM.
Pada masa pemerintahan Raja Herodes (74 SM), bait kedua kembali dibangun yang kemudian disebut sebagai cikal-bakal terbentuknya Tembok Ratapan. Bait kedua yang didirikan oleh Raja Herodes tidak lagi digunakan sebagai tempat penyimpanan Tabut Perjanjian, melainkan sebagai pusat peribadahan Yahudi beserta tradisi-tradisinya.
Sekitar tahun 66 Masehi, banyak penduduk Yahudi mulai melakukan aksi pemberontakan terhadap Kekaisaran Romawi yang sudah lama menduduki mereka. Disusul empat tahun kemudian, pada 70 M, Legiun Romawi (tentara Romawi) di bawah pimpinan Kaisar Titus merebut Kota Yerusalem.
Mereka menghancurkan banyak bangunan di sana, salah satunya Bait Suci Kedua. Adapun yang tersisa dari Bait Suci Kedua adalah bangunan dari Tembok Barat yang juga disebut sebagai Tembok Ratapan.
Karena Tembok Ratapan masih merupakan bagian dari Bait Suci Kedua, orang-orang Yahudi juga sangat menghormati tembok tersebut. Tembok itu bahkan dijadikan sebagai tempat berdoa.
Banyak dijumpai orang-orang Yahudi yang berdoa di sana. Terkadang, mereka juga memasukkan sebuah gulungan kertas berisi doa di celah-celah batu tembok tersebut. Bangunan itu disebut sebagai Tembok Ratapan karena pada tembok inilah kaum Yahudi berdoa dan meratapi peristiwa penghancurkan Bait Suci Kedua.
Pada tahun 2000, Paus Yohanes Paulus II menjadi Paus pertama yang berdoa di Tembok Ratapan. Paus juga meminta maaf akibat penganiayaan Katolik terhadap Yahudi selama berabad‑abad.
Orang yang tidak dapat berdoa langsung di tembok dapat mengirimkan doa atau menggunakan Kaddish, sebuah doa khusus untuk orang Yahudi. Doa yang dikirim tersebut ditulis dalam sebuah kertas dan diselipkan di celah‑celah dinding yang disebut sebagai kvitelach.
Tembok Ratapan dapat dikunjungi setiap saat sepanjang hari. Pengunjung biasanya digeledah secara menyeluruh untuk tujuan keamanan. Perempuan dari agama apapun, untuk menghormati hukum Yahudi, harus mengenakan pakaian yang sopan.
Ada pintu masuk terpisah untuk pria dan wanita, meskipun mereka dapat berkumpul kembali di dalam tembok.